Kicak, Makanan Khas Kauman di Bulan Ramadhan

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Andi Nur Aminah

Selasa 28 Jun 2016 11:11 WIB

Jajanan kicak. Foto: Travelmatekamu.com Jajanan kicak.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masih ada yang kurang rasanya bila di Ramadhan tak membeli jajanan kicak di Pasar Sore Ramadhan. Ya, kicak hanya di jual saat Ramadhan saja. Menurut Retno, anak almarhumah Sujilah atau dikenal dengan Mbah Wono, seorang pelopor pembuat kicak di Kampung Kauman Yogyakarta, kebanyakan pembelinya dari luar Kauman atau dulu pernah tinggal di Kauman.

Retno sendiri tak tahu kenapa makanan ini diberi nama kicak. Ibunya mulai membuat kicak saat dia masih duduk di bangku SD. Dia pun ikut membantu membuat kicak. Makanan ini terbuat dari adonan ketan yang dibuat jadah, kelapa parut, buah nangka, gula pasir, sedikit garam dan diberi vanili dan daun pandan.

Menurutnya, dia membantu ibunya untuk menambah penghasilan keluarga membiayai sekolah. "Orangtua saya anaknya delapan dan bapak saya, Wahono, bekerja di RS PKU Muhammadiyah di bagian laboratorium. Gajinya waktu itu masih kecil. Kalau tidak dibantu jualan oleh ibu, tidak cukup untuk membiayai sekolah anak-anak," ungkap Retno.

Awalnya, sekitar 1950-an hanya ada dua pembuat kicak. Ada Mbah Wono dan seorang tetangganya. Kini pembuat kicak sudah semakin banyak. Kemasannya pun kebanyakan dibungkus dengan mika sehingga tampak menarik karena terlihat dari luar.

Namun kicak buatan anak Mbah Wono tetap dibungkus daun seperti aslinya. Karena itu tetap dikenal dengan nama kicak Mbah Wono. Namun karena daun sudah mahal, bungkusan bagian luar kini dilapisi dengan kertas koran. Meski tak tampak dari luar, kicak Mbah Wono tetap paling disukai dan cepat habis terjual.

“Rasanya beda walaupun sama-sama kicak . Saya selalu beli kicak Mbah Wono dan tak pernah beli kicak yang dibungkus mika. Kicak Mbah Wono lebih gurih, enak dan bumbunya terasa meresap,” ungkap Inung, warga Kauman yang sekarang tinggal di daerah Godean.

Hal senada juga dikemukakan salah seorang penjaga toko batik di Kauman yang selalu beli kica ketika Mbah Wono masih hidup. Sehingga walaupun orangnya sudah tidak ada, kicak Mbah Wono masih tetap dikenal. “Kalau bukan kicak Mbah Wono saya tidak mau beli. Kicak yang dibungkus mika itu rasanya sangat beda dengan buatan Mbah Wono. Tetapi sekarang yang membuat anaknya dan tetap dibungkus pakai daun," ungkap dia.

Terpopuler