REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Nasuki Marsali dan Sukarsi Djiman tengah bersiap menantikan waktu berbuka di Abu Dhabi. Namun, pasangan asal Indonesia ini tidak lantas melupakan tradisi berbuka di Indonesia.
Bulan suci Ramadhan kali ini terasa kurang lengkap bagi pasangan Nasuki dan Sukarsi, lantaran harus jauh dari kedua anak mereka. Tanwin Nun dan Ila Kuntum, tidak bisa menjalani ibadah puasa bersama karena komitmen pendidikan yang sedang mereka jalani.
Tanwin sedang belajar ilmu komputer di Kanada, sedangkan Ila tengah melanjutkan master di Masdar Institute of Science and Technology.
Kerinduan semakin terasa, mengingat hidangan berbuka puasa yang disajikan merupakan kesukaan dari anak-anak mereka. "Sebagian besar hidangan yang disiapkan adalah kesukaan mereka," kata Sukarsi, seperti dilansir dari Gulf News, Selasa (28/6).
Sang suami, Nasuki, sudah bergabung dengan Angkatan Laut Uni Emirat Arab selama 13 tahun, dan saat ini bekerja di Emirates Classification Society. Meski begitu, mereka tetap berusaha menyajikan hidangan-hidangan khas Indonesia, termasuk untuk berbuka.
Berbeda dengan tradisi berbuka puasa di Timur Tengah, terutama Abu Dhabi, Indonesia memiliki budaya tersendiri untuk mengawali buka puasa. Nasuki pun menjelaskan santapan-santapan manis, menjadi favorit umat Islam di Indonesia untuk membatalkan puasa.
"Kami memulai berbuka puasa dengan minuman manis kolak yang disajikan dingin untuk memuaskan dahaga, dan bersamaan dengan itu kami ada Nagasari," ungkap Nasuki menjelaskan.
Ia mengatakan, rempah juga menjadi bagian penting dari makanan Indonesia, contohnya untuk sayur dan makanan berbahan tepung seperti Bakwan. Menurut Nasuki, makanan Indonesia memiliki campuran India dan Cina, seperti bahan dasar sambal yang merupakan bawang dan bawang putih.
Tempe dan tahu jadi permulaan makanan berbuka mereka, ditambah makanan berbahan dasar nasi yang dibungkus daun pisang, lontong. Sayangnya, mereka tetap merindukan banyak tradisi khas Ramadhan di Indonesia yang tidak ditemui di Abu Dhabi, termasuk membangunkan sahur.
"Mereka menggunakan musik untuk membangunkan sahur orang-orang, membentuk kelompok dan berkeliling sambil menyanyikan lagu cinta dan tradisional," kata Nasuki.
Untuk mengobati rasa rindu, mereka sering membuat acara di kedutaan, dengan setiap keluarga diminta memasak sesuatu yang berbeda. Ia berpendapat, itu dilakukan demi mengenalkan anak-anak bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi yang berbeda.