Yuk, Menuju Mudik Produktif

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Damanhuri Zuhri

Senin 27 Jun 2016 16:49 WIB

  pemudik (ilustrasi) pemudik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mudik telah lama menjadi tradisi, tetapi belum ada yang menulis sejak kapan mudik menjadi tradisi. Mudik seharusnya semakin produktif dan tidak sekadar menghabiskan anggaran untuk merayakan lebaran.

Budayawan Ridwan Saidi mengatakan mudik berarti ke arah lebih sepi. Sedangkan milir artinya ke arah lebih ramai. “Di Betawi sendiri istilah mudik sering digunakan tetapi tidak hanya menjelang lebaran karena mudik juga berarti pulang,” jelas dia kepada Republika, Senin (27/6).

Orang Betawi tidak mengenal mudik keluar daerah karena mereka sejak dulu di Jakarta dan saat ini mereka di pinggir Jakarta. Sedangkan orang yang mudik adalah mereka yang bekerja di Jakarta kemudian pulang ke kampung halamannya.

Biasanya, orang yang menjalani tradisi mudik tak hanya membawa diri dan keluarga. Tetapi juga membawa oleh-oleh, tak jarang menggunakan kendaraan pribadi baik itu sewa maupun membeli baru.

Direktur Amil Zakat Nasional  BAZNAS Arifin Puwakananta mengatakan mudik telah menjadi ritual tahunan, meskipun bersifat temporer, mudik sebenarnya menggerakkan perpuataran uang dengan jumlah cukup besar. Tahun 2010 saja, perputaran uang saat mudik mencapai Rp 60 triliun dan di tahun 2014 semakin meningkat hingga Rp 103 triliun.

Arifin menyayangkan perputaran uang tersebut ternyata habis di kota besar dan daerah tempat tujuan mudik tidak mendapatkan manfaat dari perputaran uang tersebut. BAZNAS pun mulai tahun ini mengkampanyekan gerakan devisa mudik.

“Kami berharap masyarakat yang mudik dapat menjadi pejuang devisa bagi daerahnya, mengubah gaya mudik konsumtif menjadi mudik yang lebih produktif,” kata Arifin menjelaskan.

Saat mudik masyarakat dapat menyisihkan sedikit hartanya untuk memajukan kampung halamannya terutama usaha kecil menengah. Selama ini biasanya mereka justru membeli barang-barang sebagai oleh-oleh di kota dan membawanya ke daerah.

Sebaliknya, Arifin berharap, para pemudik membelanjakan uangnya di kampung halamannya sehingga ekonomi daerah turut bergerak. Selain itu pemudik biasanya hanya memberikan uang dalam bentuk angpau atau uang saku.

Dia menilai uang saku tersebut akan habis untuk konsumtif saja. Kecuali si pemberi menjelaskan uang tersebut harus digunakan untuk mengembangkan usaha.

BAZNAS tak membuat posko untuk menerima uang dan menyalurkannya. Mereka hanya mengkampanyekan gerakan ini dan telah memberikan pelatihan usaha bagi warga di 10 desa di Jawa tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Dia menargetkan 2,5 persen dari perputaran uang sebelumnya dapat dialihkan untuk mudik produktif. Dia juga berharap Rp 2,5 triliun tersebut setengahnya dapat mengalir di 10 desa sebagai pilot project BAZNAS.

Terpopuler