Ingin Ramadhan Diperpanjang

Red: Agung Sasongko

Senin 27 Jun 2016 12:55 WIB

Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini saat memberikan keterangan pers terkait program Dompet Dhuafa selama Ramadhan 1437 H di Jakarta, Rabu (25/5). (Republika/ Rakhmawaty La'lang) Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini saat memberikan keterangan pers terkait program Dompet Dhuafa selama Ramadhan 1437 H di Jakarta, Rabu (25/5). (Republika/ Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini selalu merasakan kerinduan tersendiri bila memasuki 10 hari terakhir hingga penghujung Ramadhan. Kerinduan tersebut pada suasana ibadah yang penuh kegembiraan layaknya menyambut Ramadhan. Sebab di akhir Ramadhan seringkali semangat ibadah mulai surut seiring berakhirnya Ramadhan dan memasuki awal Syawal.

Karena itu secara pribadi ia selalu menginginkan Ramadhan diperpanjang setiap tahun, agar kegembiraan ibadah itu selalu hadir di masyarakat. Sebagai pemimpin di Lembaga Filantropi Islam, Ahmad Juwaini merasakan sekali bagaimana awal Ramadhan hati orang lebih mudah dibawa kebaikan. Ia tidak heran bila banyak orang yang mendapatkan hidayah di bulan suci ini.

Bukan hanya hati dengan hidayah, tapi juga ia melihat energi untuk melakukan kebaikan semakin bertambah. Seperti muncul daya dorong dari dalam, sehingga orang lebih mudah untuk beribadah. Misalnya shalat sunah, selalu ada rasa ingin menambah karena ada daya dorong tadi itu. Kemudian membaca Alquran, di Ramadhan ini selalu mudah untuk memperbanyak membaca Alquran.

Begitu juga ketika berinfak dan sedekah, menurutnya ketika di bulan Ramadhan sepertinya umat menyisihkan harta lebih untuk berinfak dan sedekah jauh lebih mudah. Sebab, kata dia, hati manusia ini selama Ramadhan seperti lebih mudah berbuat kebaikan dan muncul tiba-tiba energi tambahan untuk berbuat kebaikan.

Dan itu menguntungkan semua umat manusia. Secara pribadi hidup lebih nyaman, di keluarga dan masyarakat jauh lebih bermanfaat. Dan itu pula yang ia rasakan ketika mengajak kebaikan pada program sosial keagamaan jauh lebih nyambung dan segera untuk dijalankan. “Itu yang saya rasakan,” kata pria kelahiran Cilegon 47 tahun lalu ini.

Selama Ramadhan, ia juga merasakan mudahnya melawan nafsu makanan. Seolah makanan ini tidak ada kekuatan untuk membelenggu umat Islam, terbukti  cukup mudah bagi muslim menahan tidak makan dan minum. Nilai makanan dan minuman itu pun tidak berharga bagi orang yang berpuasa sekuat apapun  godaan yang ada.

Ini berbeda ketika waktu di luar Ramadhan, seringkali orang sangat terikat dengan makanan. “Waktu jam makan siang, orang sudah mikir mau makan siang di mana, ternyata berpuasa bisa melepas belenggu itu,” ujar dia. Dengan begitu makanan ternyata bisa dikalahkan dengan rohani yang kuat. Termasuk hal-hal yang sifatnya godaan duniawi nilainya turun ketika Ramadhan.

Sehingga inilah yang membuatnya berfikir ketika di akhir Ramadhan, muncul perasaan, lebih enak bila berpuasa Ramadhan bisa lebih diperpanjang. “Jadi ada muncul kerinduan agar berpuasa sepajang tahun. Itu benar yang saya rasakan bila di akhir puasa Ramadhan,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Unpad ini.

Keinginan Ramadhan diperpanjang itu dirasakannya terutama di akhir-akhir Ramadhan seperti sekarang ini. Sebab Ramadhan membuat umat jauh lebih baik, konsentrasi ibadah, tidak lagi berpikir terikat pada makanan dan kondisinya jauh lebih sehat.

Semangat ibadah dan keinginan Ramadhan diperpanjang itulah, menurutnya dua hal selalu ingin ia rasakan jelang berakhirnya Ramadhan. Karena itu, sangat disayangkan bila di memasuki akhir Ramadhan ini waktu-waktu yang ada tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin, untuk ibadah dan berbuat kebaikan, sampai akhirnya berpisah dengan Ramadhan tahun ini.