Nikmatnya Malam Ramadhan Penuh Warna di Mesir

Red: Ani Nursalikah

Sabtu 25 Jun 2016 22:22 WIB

Muhammad al-Tunsi (45 tahun), seorang mesaharati (orang yang membangunkan sahur) membangunkan warga Mesir dengan drumnya untuk santap sahur di El-Moez Street, Kairo, Rabu, 15 Juni 2016. Foto: AP Photo/Amr Nabil Muhammad al-Tunsi (45 tahun), seorang mesaharati (orang yang membangunkan sahur) membangunkan warga Mesir dengan drumnya untuk santap sahur di El-Moez Street, Kairo, Rabu, 15 Juni 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Banyak orang dari segala usia berjalan dengan santai di sekeliling jalan, kedai kopi setempat penuh pengunjung, sementara grup musik kecil tradisional melantunkan lagu dan tampil buat pengunjung.

Sementara itu, pedagang berkeliling menjajakan suvenir, balon, mainan dan kembang api menghiasi langit. Ramadhan adalah bulan suci saat umat Muslim berpuasa dari Subuh hingga Maghrib.

Makanan berbuka puasa saat Maghrib yang dinamakan iftar dan makan sebelum Subuh dikenal dengan sahur sangat spesial buat rakyat Mesir selama Ramadhan. Banyak di antara rakyat Mesir pergi ke luar rumah untuk iftar dan menghabiskan waktu malam di salah satu tempat tradisional di Ibu Kota Mesir, Kairo hingga mereka makan sahur lalu shalat di salah satu masjid terdekat atau pulang.

"Saya datang ke sini malam ini bersama keluarga saya untuk menikmati waktu dan kemudian makan sahur di sini di daerah Husseein yang unik," kata Israa Ahmed, yang baru lulus universitas dalam usia 20-an. Wanita tersebut menambahkan, "Sudah pasti daerah Hussein adalah tujuan terbaik buat orang selama malam-malam Ramadhan."

 

"Yang terbaik yang saya sukai dengan daerah ini ialah orang yang berkumpul. Saya adalah lulusan Fakultas Kebudayaan, jadi saya telah pergi ke banyak tempat kebudayaan. Tapi daerah Hussein lebih berbeda dengan suasana dan aspek Ramadhan dibandingkan dengan tempat lain," kata perempuan muda tersebut kepada Xinhua di salah satu kedai kopi yang dipenuhi pengunjung di seberang Masjid Hussein.

Islam Ash-Sharqawi, pengacara yang berusia 26 tahun dan juga belajar Bahasa Cina di Confusius Institute, duduk bersama sekelompok temannya di kedai kopi lain di daerah Masjid Hussein. Ia mengatakan itu adalah tempat yang indah. Di sana orang dapat bertemu selama Ramadhan.

"Pada Ramadhan khususnya, banyak keluarga dan teman berkumpul meskipun ada tekanan hidup, pekerjaan dan studi yang membuat mereka sulit bertemu dan meluangkan waktu pada hari lain," katanya.

Daerah Hussein dan Khan El-Khalili biasa dipenuhi wisatawan Arab dan Barat, sebelum perlawanan 2011 yang menggulingkan Presiden Husni Mubarak. Peristiwa itu mengakibatkan resesi di daerah tersebut, yang ratusan toko suvenir dan kedai kopinya terutama tergantung atas pelanggan asing.

Namun saat keamanan dan kestabilan secara berangsur pulih, penjualan di daerah tersebut jadi jauh lebih baik dibandingkan selama lima tahun terakhir kerusuhan. Sebagian pelancong adalah warga Mesir dan bukan orang asing, terutama selama bulan suci Ramadhan.

"Ramadhan adalah bulan sibuk, saat penjualan jadi lebih baik sebab daerah ini terus dipenuhi pengunjung sehinggga peluang penjualan lebih besar. Penjualan tentu saja telah terpengaruh oleh resesi wisatawan, sebab kami lebih tergantung atas pelanggan asing. Sekarang, pelanggan Mesir juga bagus dan keadaan jadi lebih baik," kata seorang penjual di satu toko suvenir perak di Khan El-Khalili. Ia mengaku bernama Mohamed.