REPUBLIKA.CO.ID, KARO -- Akibat erupsi Gunung Sinabung tahun ini, sebanyak 2.856 anak harus hidup di pengungsian. Mereka berasal dari desa-desa di kaki Sinabung, Tanah Karo, yang termasuk zona merah sehingga harus dikosongkan.
Yang masih menetap di desanya pun turut terdampak erupsi. Selain dicekam ancaman erupsi, anak-anak itu juga harus menghirup udara berdebu vulkanik.
Lazis Dewan Dakwah mengunjungi mereka di Desa Penampen, Kec Tiganderket untuk menghibur anak-anak pengungsi Sinabung lewat pesantre kilat (sanlat). Di desa binaan Ustaz Romadhona ini terdapat 30-an anak Muslim.
Hadiah dari Lazis Dewan Dakwah berupa sarung untuk anak-anak dan bapak-bapak mereka, disambut haru Ustadz Romadhona. ‘’Alhamdulillah, desa kami yang paling terpencil ini juga turut dipikirkan,’’ kata dai sarjana STID M Natsir Jakarta asal Palembang tersebut dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (21/6).
Sebagai media trauma healing, pesantren kilat (sanlat) anak Sinabung juga digelar dai Dewan Dakwah. Sebanyak 60 anak Sinabung, pekan ini akan mengikuti sanlat yang digelar Ustadz Abdurrahman Arif di Masjid Al Mukhlisin Desa Selakar, Kec Munte.
Sedang sanlat akbar anak Sinabung akan diselenggarakan pekan ini oleh Pesantren Al Raudhatul Hasanah Medan bersama para dai Dewan Dakwah. Pesertanya anak-anak Sinabung di Kecamatan Namanteran dan relokasi pengungsi Desa Siosar Kec Merek yang selama ini dibina oleh para dai.
Sebagai persiapan sanlat akbar, pada Senin (20/6) lalu, Pesantren Al Raudhatul Hasanah menyelenggarakan Training for Trainer (TOT) di Jalan Jamin Ginting, Medan.
Training diikuti 20 alumni Pesantren Al Raudhatul Hasanah yang akan menjadi panitia pelaksana sanlat anak Sinabung.Menurut Ustadz M Ilyas Tarigan, sanlat anak Sinabung bertujuan mempersiapkan kader-kader dai lokal. ‘’Sehingga ketika masa kerja dai dari luar Karo sudah selesai, jamaah mereka tidak telantar. Dakwah diteruskan kader-kader dai lokal ini,’’ tutur tokoh dakwah Karo ini.