Ketua MUI Jabar: Jasa Penukaran Uang Receh Bukan Riba

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Bilal Ramadhan

Senin 20 Jun 2016 16:40 WIB

Jasa penukaran uang di jalanan (ilustrasi). Foto: Antara Jasa penukaran uang di jalanan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jelang Hari Raya Idul Fitri banyak orang yang menjadi penjual uang recehan. Ketua Majelis Ulama Indoenesia (MUI) Jawa Barat, KH Rachmat Syafei membolehkan jasa penukaran uang yang banyak dilakukan masyarakat di pinggir-pinggir jalan.

"Dibolehkan (jasa penukaran uang)," kata Rachmat di Kantor MUI Jawa Barat, Jalan LRRE Martadinata, Kota Bansung, Senin (20/6).

Rachmat mempersilahkan pelaku jasa penukaran uang menawarkan recehannya. Pasalnya tidak ada unsur pemaksaan agar dibeli masyarakat. Ia menyebutkan hal tersebut juga tidak termasuk riba seperti banyak diperdebatkan. Pasalnya sudah ada ijab qabul antara penjual dan pembeli yang dilakukan dalam transaksinya.

"Jangan dikatakan riba. Sudah ada ijab qabul dengan praktek, tidak usah dengan kata-kata," ujarnya.

Terkait pengurangan jumlah uang yang ditukar, ia menyebutkan hal tersebut kesepakatan antara penjual dan pembeli. Di mana dianggap sebagai pembayaran jasa penukarannya. Menjelang Lebaran, kebutuhan uang recehan meningkat seiring tradisi pemberian THR kepada sanak saudara.

Kondisi ini memunculkan banyak pelaku jasa penukaran uang yang menjajakan uang recehan. Termasuk di Kota Bandung, pedagang uang recehan mulai marak terutama di jalan-jalan protokol salah satunya di Jalan Merdeka yang berseberangan dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat.

Terpopuler