REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pejabat negara kerap kali mengisi momen Ramadhan dengan kegiatan tarawih keliling (tarling) atau safarari Ramadhan. Sejumlah ulama menyambut baik tradisi yang selalu dilakukan setiap tahun tersebut.
“Saya kira dari sisi tradisi banyak sekali manfaatnya (tarling), hanya saja memang hendaknya tradisi itu tidak dikait-kaitkan dengan penggalangan politik atau kepentingan lain yang sifatnya berorientasi politik kekuasaan,” ujar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti kepada Republika.co.id, Jumat (17/6).
Jika tarling dimanfaatkan untuk agenda politik, menurut Abdul Mu’ti, agama hanya akan menjadi alat atau bahkan diperalat untuk kepentingan politik. Tarling seharusnya dimanfaatkan untuk bersilatutahmi dan mendekatkan diri kepada masyarakat terlebih jika operasional tarling menggunakan uang negara.
“Mereka adalah pejabat negara, jangan sampai tarling hanya sekadar tradisi apalagi menggunakan uang negara untuk kepentingan yang sifatnya personal,” tegas Abdul Mu’ti.
Para pejabat harus bisa menjadi teladan bagi masyarakat di dalam mengamalkan agama dan menjadikan ajang ini untuk memperbaiki diri. Selain bersilaturahmi, tarling bisa dijadikan sebagai satu upaya untuk peningkatan kualitas keberagamaan baik dari sisi wawasan keagamaan maupun kesadaran dalam mengamalkan ajaran agama.