REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan adalah bulan tepat untuk berbuat dan berlatih kebajikan sehingga berdampak meningkatnya kualitas pribadi seseorang. Bulan ini juga kita harus sadar bahwa kita beragam dimana kesalehan sosial perlu ditingkatkan untuk meredam dan membendung penyebaran paham radikalisme dan terorisme yang kini marak, terutama melalui dunia maya.
“Sebenarnya kita harus sadar bahwa bagaimanapun masyarakat kita tidak homogen tapi heterogen, jadi kita harus sama-sama saling menghargai. Kesalehan dan etika sosial perlu kita tingkatkan dengan lebih peduli terhadap orang atau pihak lain,” kata Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Waryono Abdul Ghofur, Rabu (15/6).
Menurutnya, saling menghargai itu harus terjadi antar umat beragama untuk memahami kondisi satu sama lain. Apalagi bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman global penyebaran paham radikalisme dan terorisme yang mengancam keutuhan NKRI.
“Yang berpuasa harus menghargai yang tidak berpuasa dan yang tidak berpuasa juga harus menghargai yang berpuasa. Semua pihak harus memperhatikan hal itu. Toleransi inilah yang bisa menjadi senjata kita membendung upaya-upaya pihak tertentu yang ingin merusak persatuan dan kesatuan Indonesia,” katanya.
Lebih jauh Waryono mengatakan bahwa pada bulan Ramadhan, semua umat muslim berlomba-lomba melakukan kebaikan. Ada semangat kebersamaan, yaitu orang bersama-sama ke masjid, mengaji, bersama-sama puasa dll. Tapi yang perlu diwaspadai adalah setelah bulan Ramadhan, karena situasi bersama-sama itu tidak ada lagi.
“Ramadhan adalah situasi yang membuat kita bersama-sama bersemangat melakukan ibadah. Di bulan Ramadhan kita berlatih dan bukan bertanding. Jangan lupa di luar bulan Ramadhan tantangannya jauh lebih besar,karena itulah saat pertandingan yang sesungguhnya. Apakah dia ikut arus (hal yang tidak baik) atau tidak,” katanya.
Karena ketika bertanding itulah, akan ketahuan siapa yang kalah siapa yang menang. Hasil pertandingan sebenarnya tergantung bagaimana dia berlatih. Karenanya, Ramadhan adalah momentum latihan untuk perbaikan segalanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Guru Besar Kajian Islam (Islamic Studies) spesialis Tasawuf Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Asep Usman Ismail. Puasa di bulan Ramadhan adalah bentuk pelatihan kaum muslim untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. “Pribadi yang baik itu akan berdampak pada kesalehan sosial. Dan kesalehan sosial akan membuat NKRI makin kuat,” katanya.
Menurutnya, ada beberapa hal unsur yang terkandung dalam menjalani puasa di bulan Ramadhan. Pertama, puasa harusnya ada kepedulian terhadap sesama, ada disiplin, ada pengendalian diri, kemampuan untuk pengawasan melekat dan jiwa yang sabar menunda kenikmatan sampai maghrib. “ Dengan begitu, orang tak akan jadi radikal atau menjadi koruptor, karena mereka tahu batasnya,” katanya.