Pengusaha: Operasi Pasar itu Keliru, Tidak Mendidik, dan Menyesatkan

Rep: Sonia Fitri/ Red: M.Iqbal

Selasa 14 Jun 2016 21:20 WIB

Antrean warga membeli sembako murah pada operasi pasar oleh Forum Bulog Divre Jabar, di daerah Sadangluhur RW 15, Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Kamis (2/5).  (Republika/Edi Yusuf) Foto: Republika/Edi Yusuf Antrean warga membeli sembako murah pada operasi pasar oleh Forum Bulog Divre Jabar, di daerah Sadangluhur RW 15, Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Kamis (2/5). (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan operasi pasar (OP) bahan pangan dan gelaran pasar murah yang dilakukan pemerintah dan BUMN dipandang keliru, tidak mendidik bahkan menyesatkan. Selain itu, rangkaian kegiatan tersebut juga dianggap melukai para pedagang yang telah sekian puluh tahun membangun pasar.

"OP itu teori orang bodoh, ga perlu sekolah tinggi karena pakai ilmu menyesatkan. PNS pakai seragam, pakai uang dinas, tidak usah khawatir jual rugi. Padahal yang dagang di dalam teraniaya," kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta di Jakarta, Selasa (14/6).  

Permasalahan lonjakan harga pangan, ujar Tutum, terus berulang dari tahun ke tahun. Sementara pemerintah mengandalkan impor dan OP sebagai solusi.

Tutum mengibaratkan cara-cara tersebut seperti memasang koyo pada bagian tubuh yang sakit. Padahal sekujur tubuh membutuhkan operasi.

Praktik tersebut tampak manis di media massa. Padahaltidak berdampak pada pergerakan harga.

Sumber masalah lonjakan harga harusnya telah kentara karena hal tersebut selalu terjadi berulang-ulang. Pemerintah jangan selalu menunjuk hal-hal abstrak semacam kartel dan mafia.

Pembenahan pasar dan pola konsumsi produk segar menurut Tutum jadi salah satu faktor utama ketidakstabilan harga pangan.

"Produk segar mudah rusak, jadi konsumen harus menanggung biaya kerugian jika barang tidak laku. Ini risiko yang wajar," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bisa membenahi tata kelola produksi pangan agar risiko kerugian bisa ditekan dengan menyediakan sistem penyimpanan yang baik di pasar. "Teknologi sudah semakin maju tapi kenapa kita semakin bodoh," kata Tutum.