REPUBLIKA.CO.ID, BANJUL -- Pemerintah Gambia telah melarang musik, menari, dan memainkan drum selama bulan suci Ramadhan.
''Penduduk tengah didesak untuk melaporkan kepada pihak berwenang jika ada yang melihat terlibat dalam kegiatan tersebut,'' kata seorang juru bicara pemerintah Gambia, seperti dikutip dari laman Al Jazirah, Selasa (14/6).
Juru bicara polisi Gambia, Lamin Njie mengatakan, orang-orang telah mematuhi perintah polisi melarang drum dan menari selama bulan Ramadhan. Sejauh ini, kata dia, belum ada satu orang yang telah ditangkap oleh polisi karena melanggarnya.
Pernyataan polisi yang diumumkan pekan lalu memperingatkan bahwa semua upacara, perayaan, dan program yang melibatkan drum, musik, dan tari di siang hari atau di malam hari dilarang. "Oleh karena itu semua mereka yang terlibat dalam kegiatan ini diperingatkan untuk menghentikan tindakan seperti itu. Jika tidak, mereka akan akhirnya ditangkap dan menghadapi penegakan hukum tanpa kompromi," katanya.
Sebelumnya, Presiden Gambia, Yahya Jammeh pada Desember 2015 lalu telah mengumumkan bahwa negaranya sudah berubah menjadi Republik Islam. Namun, ia menekankan bahwa hak-hak minoritas Kristen akan tetap dihormati.
Gambia memiliki populasi hampir dua juta jiwa, 90 persen di antaranya adalah Muslim. Sisanya, delapan persen adalah Kristen dan dua persen didefinisikan memiliki keyakinan adat.
Jammeh, 50 tahun, seorang perwira militer telah memerintah negara itu sejak ia merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1994.