Pengamat: Tak Perlu Gunakan Pendekatan Hukum Ciptakan Toleransi Bulan Ramadhan

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Damanhuri Zuhri

Senin 13 Jun 2016 00:28 WIB

 Beberapa warung makan banyak yang memilih tutup pada hari pertama Ramadhan di kawasan perkantoran Jakarta, Senin (6/6). (Republika/Wihdan) Foto: Republika/Wihdan Hidayat Beberapa warung makan banyak yang memilih tutup pada hari pertama Ramadhan di kawasan perkantoran Jakarta, Senin (6/6). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan represif Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Kota Serang saat merazia warung makan saat bulan Ramadhan beberapa hari lalu ditengarai sebagai bagian penindakan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat yang berlaku di Kota Serang.

Berdasarkan Perda tersebut, Pemkot Kota Serang mengeluarkan Surat Edaran Nomor 451.13/555 - Kesra/2016 yang salah satunya berbunyi ‘Setiap pengusaha restoran, rumah makan, atau warung dan pedagang makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang yang menyantap makananan dan minuman pada siang hari selama bulan Ramadhan.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar), Asep Warlan Yusuf menilai Perda terkait penutupan warung makan saat bulan ramadhan sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini menurutnya, lantaran pendekatan hukum tidaklah tepat digunakan untuk mengkondusifkan Bulan Ramadhan.

“Ini kan bukan kejahatan. Hemat saya memang harus ada penghormatan bagi yang berpuasa tapi juga harus dipikirkan bagi yang tidak berpuasa. Ini perlu pendekatan lain tapi bukan hukum,” kata Asep saat dihubungi wartawan, Ahad (12/6).

Ia justru menilai, untuk saling menghormati antara orang yang berpuasa dan tidak, perlu pendekatan budaya. Hal itu lebih mengena agar tercipta sikap saling toleran bagi semua pihak.

Misalnya saja tidak perlu ada pelarangan berjualan tapi penyedia konsumsi siang hari harus menghormati yang berpuasa. “Mereka berjualan secara tertutup dan tidak terang-terangan,” kata Asep.

Selain itu, ia juga menilai perlu adanya pendekatan kerjasama publik yang melibatkan tokoh masyarakat dan juga tokoh agama. “Dalam hal ini melibatkan tokoh masyarakat dan agama untuk dapat saling mengingatkan,” ungkapnya.

Sebelumnya, dalam razia siang hari di bulan Ramadhan Satpol PP Kota Serang bersikap represif terhadap sejumlah warung makan. Bahkan dalam sebuah video tampak sejumlah anggota Satpol menyita dagangan seorang ibu penjual makanan yang berjualan di siang hari saat bulan puasa.

Ibu tersebut menangis sambil memohon pada aparat agar dagangannya tidak diangkut. Razia yang dilakukan Satpol PP itu pun mendapat kecaman dari netizen dan masyarakat luas.

Terpopuler