REPUBLIKA.CO.ID,Sejarah ibadah puasa Ramadhan memiliki fakta yang menarik untuk ditelaah. Di dalam Alquran sendiri telah disebutkan, puasa bukanlah ritual yang baru muncul pada zaman Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, ia sudah ada sejak era pra-Islam. (QS al-Baqarah [2]: 183).
Menurut catatan sejarah, ibadah puasa pernah dipraktikkan oleh kaum Shabiin. Mereka adalah masyarakat pagan (penyembah berhala) yang mendiami wilayah Timur Tengah sejak berabad-abad sebelum kedatangan Islam. Di dalam Alquran, kaum Shabiin juga disebut sebagai ‘ahli kitab’ seperti halnya orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Kaum Shabiin dibagi menjadi dua kelompok. Yang pertama adalah orang-orang Mandean, sedangkan yang lainnya adalah kelompok Harran. Orang-orang Mandean menghormati sejumlah nabi yang disebutkan di dalam Alquran.
Antara lain, Adam AS, Nuh AS, dan Yahya AS. Akan tetapi, mereka menolak beriman kepada Ibrahim AS, Musa AS, dan Isa AS.
Sementara, kelompok Harran dikenal sebagai penyembah bulan, planet-planet, dan beberapa jenis berhala lainnya. Sesuai namanya, mereka adalah penduduk yang mendiami Harran, sabuah kota kuno di selatan Asia Kecil yang sekarang ini menjadi bagian dari wilayah Republik Turki.
Pakar sejarah agama asal Turki, Sinasi Gunduz mengungkap, kaum Shabiin Harran menjalankan puasa selama satu bulan penuh sebagai bagian dari ritual tahunan mereka.
“Hari pertama dimulainya pelaksanaan ibadah tersebut ditandai dengan munculnya bulan sabit baru (hilal) di atas langit kota mereka,” tulis Gunduz dalam bukunya, ‘The Knowledge of Life’ yang diterbitkan oleh Oxford University (1994).
Seperti halnya kelompok Harran, kaum Shabiin Mandean juga menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Seorang penulis Arab yang hidup pada abad kedelapan Masehi, Abu Zanad, mengungkap bahwa di utara Irak terdapat satu komunitas Mandean yang menaruh perhatian besar terhadap ritual tersebut.
Selain kaum Shabiin, orang-orang Nasrani juga tercatat memiliki ajaran tersendiri mengenai puasa. Dalam tradisi mereka dikenal satu ritual yang disebut Puasa 40 Hari sebelum Paskah. Akan tetapi, konsep ibadah semacam itu baru muncul dalam Konsili Nicea yang digelar pada 325 Masehi.
“Sementara, orang-orang Kristen Timur diketahui juga berpuasa dan makan hanya satu kali sehari, serta menjauhkan diri dari seks,” tulis uskup Kristen dari periode awal, Eusebius (263–339), dalam karyanya, The History of the Church.
Bangsa Phoenix di zaman Mesir kuno berpuasa untuk menghormati Dewi Isis. Sementara, pada abad kedua sebelum Masehi (SM), bangsa Romwi kuno berpuasa selama setahun penuh setiap lima tahun sekali untuk menghormati Dewa Osiris. Osiris adalah dewa pelindung kematian, saudara sekaligus suami Dewi Isis.
Bangsa Yunani yang mempelajari kelebihan puasa dari bangsa Mesir kuno, menganggap ritual tersebut sebagai persiapan awal dalam menghadapi peperangan.
Bangsa Romawi pun kemudian meniru ritual puasa dari bangsa Yunani. Mereka percaya, puasa bisa mejadi benteng diri karena mengandung dua dimensi kekuatan, baik secara fisik maupun metafisik (ketahanan dan kesabaran).
“Sementara dalam ajaran Cina kuno, puasa termasuk salah satu ajaran yang ditujukan untuk menyucikan diri,” tulis Yusuf Burhanuddin dalam buku Misteri Bulan Ramadhan.
Demikian pula halnya dengan puasa yang diperintahkan Allah pada ajaran samawi seperti Yahudi dan Nasrani melalui para nabi yang diutus kepada kaum kedua agama tersebut.
Dalam kitab Taurat (Keluaran) dikisahkan, Nabi Musa AS berpuasa selama 40 hari di Gunung Sinai. Pada saat itulah Nabi Musa diamanahkan untuk menjalankan tugas sebagai pemimpin Bani Israil.
Tradisi puasa Nabi Musa itu kemudian diteruskan oleh bangsa Yahudi sebagai bentuk penolak bala atas bencana yang mungkin menimpa mereka.
Bangsa Yahudi juga berpuasa untuk mengenang peristiwa kehancuran bait suci Yerusalem di tangan Raja Babilonia, Nebukadnezar II (605–562 SM).