Pengamat: Pelawak Banci Dibungkus Acara Religi Masih Marak

Red: Bilal Ramadhan

Sabtu 11 Jun 2016 15:16 WIB

Stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia. Foto: Antara Stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Siaran televisi swasta di Indonesia dinilai masih tunduk pada "nafsu rating" tanpa memikirkan dampak yang dapat ditimbulkan dari siaran yang ditayangkan tersebut bagi masyarakat, kata seorang pengamat media.

"Tidak terkecuali pada saat umat Islam seharusnya menggali ilmu agama yang seharusnya bisa ditawarkan oleh televisi," kata pengamat media Asroi Hasibuan, Sabtu (11/6).

Faktanya, kata dia, yang justru banyak tersaji malah pelawak banci tapi tidak berpakaian wanita, namun cara bicara dan gerak tubuhnya banci, seolah cari selamat dari larangan tayangan bernuansa LGBT.

Mengenai berbagai acara TV selama bulan puasa, dia mengatakan, nilai jual tayangan makin tinggi ketika menggunakan label-label agama. Production House (PH) atau pihak televisi yang memproduksi acara mampu mengubah tayangan komersial-kapitalis menjadi tayangan yang terlihat religius.

"Religiusitas yang diciptakan oleh televisi menjadi religisitas semu tanpa makna," katanya.

Menurut dia, fenomena komodifikasi agama yang dilakukan oleh media massa selama Ramadhan, tanpa disadari berpotensi menyebabkan degradasi spiritualitas.

"Terkesan bahwa agama bukan lagi ditempatkan sebagai norma bermakna yang mengatur sendi kehidupan manusia, tetapi agama justru dipinjam sebagai sarana meraup profit sebanyak-banyaknya," katanya.

Bukan rahasia, bulan Ramadhan bagi stasiun televisi swasta adalah masa panen iklan karena permintaan terhadap tayangan-tayangan religius mencapai puncaknya.

"Setidaknya terlihat dari pergeseran 'prime time' televisi, yakni dari waktu normal untuk acara unggulan pukul 18.00-21.00 WIB berubah menjelang waktu sahur dan berbuka," katanya.

Stasiun televisi beramai-ramai mengusung label Ramadhan sebagai tema tayangan di bulan puasa. Dia menambahkan, acara yang disajikan selama Ramadhan cenderung seragam. Satu model program religius laris dengan rating tinggi, televisi yang lain berlomba-lomba mengikutinya.

"Sayangnya, program-program yang ditayangkan pada umumnya belum layak dikategorikan sebagai program yang berkualitas," katanya.

Terpopuler