REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Padang mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati memilih dan membeli pabukoan atau takjil. Sebab, inspeksi yang dilakukan Pemkot Padang berdama BPOM Padang menemukan sejumlah minuman yang mengandung zat berbahaya.
"Kami mengimbau warga berhati-hati, waspada dan mengenali ciri-ciri makanan maupun minuman yang mengandung zat berbahaya," kata Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah saat meninjau pasa pabukoan di RTH Imam Bonjol Kota Padang, Sumatra Barat, Kamis (9/6).
Selain itu, ia juga meminta kepada para pedagang, agar tidak menjual makanan dan minuman yang mengandung zat berbahaya. Mahyeldi mengingatkan, para pedagang 'nakal' dapat dikenai saksi kurungan lima tahun penjara jika mejual konsumsi yang mengganggu kesehatan konsumen.
Sementara itu, berdasarkan hasil pengecekan BPOM Padang, ditemukan minuman yang mengandung Rhodamin B pada dua pedagang di lokasi tersebut. Kepala BPOM Padang, Zulkifli menuturkan, berdasarkan keterangan kedua pedagang tersebut, mereka membeli bahan-bahan di Pasar Raya Padang.
"Kita tentunya akan menindaklanjuti ini dengan bekerja sama melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Kota Padang, dan akan ditelusuri ke Pasar Raya Padang," ujar Zulkifli.
Ia mengklaim, sebelum Ramadhan, BPOM melakukan penyuluhan dan pelatihan pada pedagang pasar pabukoan. Dalam penyuluhan itu, ia menuturkan, para pedagang dilarang menjual makanan dan minuman yang mengandung zat berbahaya.
"Bahkan B-POM juga telah mengunjungi pasar pabukoan di kecamatan-kecamatan di Kota Padang. Saat itu kami menemukan Rhodamin B pada minuman dan Boraks pada rumput laut," tutur dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat, Rosnini Savitri menjelaskan, Rodhamin B merupakan bahan pewarna tekstil. Bahan tersebut cukup berbahaya bagi kesehatan.
"Kalau pewarna makanan itu sebenarnya kan khusus. Tapi ini yang dipakai pewarna tekstil, tentu tak boleh," jelasnya.
Rosnini berujar, mengkonsumsi Rhodamin B terus menerus, dapat membahayakan kesehatan. Misalnya, adanya ancaman penyakit kanker hati dan ginjal. "Sesuai Undang-undang kesehatan, pelaku akan dipenjara lima tahun atau denda sebesar Rp 300 juta," kata Rosnini.