Ramadhan Sembari Peduli Konflik Kemanusiaan

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko

Rabu 08 Jun 2016 15:15 WIB

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin Foto: Republika/ Tahta Aidilla Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan 2011 dan 2012 memiliki cerita tersendiri bagi Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin. Di saat sebagian besar Muslim merasakan hangatnya suasana Ramadhan. Ahyudin saat itu bersama tim kemanusiaan ACT sibuk mengedukasi masyarakat tentang kondisi konflik kemanusiaan yang terjadi di berbagai dunia Islam.

Sebagai salah satu lembaga kemanusiaan, kiprah ACT telah diabdikan di tengah konflik kemanusiaan terutama di negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim. Di tengah aktivitas membangkitkan kepedulian sesama Muslim itulah, Ahyudin menghabiskan waktu Ramadhan-nya bersama seluruh karyawan ACT.

"Tahun 2011, tepat Ramadhan 1432H, kami menggugah publik Indonesia peduli Somalia. Awalnya dikritik keras karena publik tahunya Somalia negeri pembajak. Tapi kami bisa menunjukkan betapa Somalia negeri Muslim yang terkoyak kelaparan dan perang saudara, negeri para penghafal Alquran," kata dia.

Di Ramadhan 2012 atau 1433 H, tragedi Rohingya memaksa Ahyudin bersama tim relawan kembali menggugah kesadaran Muslim Indonesia. Saat itu dunia internasional baru tersadarkan adanya pelanggaran hak asasi manusia berat kepada Muslim Arakan di Rohingya, Myanmar.

"Pengusiran dan penghilangan hak kewarganegaraan atas etnis Muslim Rohingya di Myanmar, membuat jutaan jiwa sengsara, ratusan ribu tewas dalam kekerasan dan pengusiran bertahun-tahun," kata dia.

Upayanya bersama tim ACT mengedukasi Muslim Indonesia selama ramadhan tesebut membuahkan hasil. Dari ketidaktahuan hingga berubah menjadi kepedulian. Terbukti ACT diapresiasi dunia sebagai pemberi layanan shelter atau hunian sementara terbaik untuk Rohingya melalui Integrated Community Shelter di Blang Adoe, Aceh Utara.

Pada 2013 di ramadhan 1434 hijriah, terjadi serangan Israel ke wilayah Gaza. Diakui Ahyudin ada keharuan di tengah muslim Indonesia saat itu. Namun rasa tersebut sekaligus memunculkan kekaguman atas daya tahan rakyat Palestina di Gaza.

Di tengah suasana Ramadhan rakyat Gaza terus mengatasi cobaan sedahsyat ini. Kejadian itu mendorong kami menyuarakan kepedulian sedemikian nyaring, dan membangunkan kesadaran rakyat Indonesia.

Isu Gaza pun menjadi capaian tertinggi dukungan atas sebuah isu kemanusiaan sepanjang sejarah ACT, dalam sebulan setara dengan pencapaian lima bulan.

"Bagi saya, momen-momen itu serasa penuh cahaya ketika kesadaran dan kepedulian yang luas tumbuh, dan kami insha Alllah menjadi bagian dari insan yang berikhtiar berbuat sesuatu."

Ramadhan menjadi khidmat karena kami merasa terpanggil mengedukasi publik, dan meraih kepercayaan luas sehingga bisa berbuat sesuatu untuk orang-orang tertindas, seperti Somalia, etnis Rohingya atau muslimin di Gaza.