REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam diminta menjauhi perbuatan ghibah. Terutama saat melaksanakan ibadah puasa ramadhan.
Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas mengatakan, ghibah di bulan ramadhan menyebabkan puasa kehilangan makna. Kendati tidak membatalkan. "Ghibah itu bisa merusak keharmonisan hubungan," ujar Yunahar, melalui pesan singkatnya, Rabu (8/6).
Selain itu, ghibah juga dapat merusak pergaulan. Parahnya lagi ghibah dapat memunculkan konflik. Yunahar melihat ghibah saat ini terus marak melalui media sosial (medsos). Medsos sendiri memiliki jangkauan yang sangat luas.
Dengan begitu, ghibah melalui Medsos juga berdampak sangat luas. Banyak orang dengan mudah membaca serta menyebar cepat dari grup ke grup lainnya.
Ketua Komisi Dakwah Majlis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengatakan, ghibah saat ini tidak lagi harus bertatap muka. Namun, sarana ghibah berubah dari manual kepada digital. "Kini dengan media sosial orang bisa berghibah secara berjamaah," ujar Cholil, kepada republika, Selasa (7/6).
Baca juga, Ghibah Tumbuh di Twitter dan Facebook.
Perkembangan media sosial memang tidak bisa dibendung. Mayoritas Masyarakat pun pengguna media sosial.
Untuk itu diperlukan cara agar tidak berghibah melalui media sosial. Menurut Cholil, menyibukkan diri dengan ibadah mahdla dan inadah sosial merupakan salah satu cara menghindari ghibah.
Sehingga ghibah tidak merusak ibadah puasa. Sebah, ghibah dapat membatalkan pahala puasa. "Walaupun itu tidak membatalkan sahnya puasa," kata Cholil.