Ramadhan di Tengah Suasana Perang

Rep: MGROL69/ Red: Andi Nur Aminah

Rabu 08 Jun 2016 06:02 WIB

 Seorang pria pengungsi Suriah memegang erat anaknya saat berusaha mencapai pantai Pulau Lesbos di Yunani.  (REUTERS/Yannis Behrakis) Seorang pria pengungsi Suriah memegang erat anaknya saat berusaha mencapai pantai Pulau Lesbos di Yunani. (REUTERS/Yannis Behrakis)

REPUBLIKA.CO.ID, Umumnya,  lebih dari satu miliar Muslim  mengawali Ramadhan pada Senin (6/7). Mereka akan memulai dengan melakukan tradisi-tradisi untuk menyambut datangnya bulan suci ini. Namun, di kota-kota yang sedang dalam suasana perang seperti Suriah dan Irak, warga hanya mampu berjuang dengan cara mempertahankan kewajiban umat Muslim ini.

Umat Islam di seluruh dunia dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Arab Saudi mengumumkan awal bulan puasa dengan penampakan bulan sabit. Setiap Muslim diwajibkan untuk menahan makan, minum dan hawa nafsu dari fajar hingga senja. Mereka akan berbuka puasa saat matahari terbenam dan sahur sebelum matahari terbit. Bulan suci ini akan diakhiri oleh kemenangan kaum Muslim bernama Idul Fitri.

Mereka merayakan bulan tersebut dengan penuh suka cita. Berbeda dengan negara-negara tersebut, warga Suriah sudah terbiasa dengan kesulitan yang dihadapi setelah lima tahun perang. Namun, Ramadhan tahun ini sepertinya akan lebih sulit setelah pertempuran memutuskan jalur Castello, rute pasokan terakhir ke daerah mereka. “Kita tidak bisa berkumpul bersama di bulan suci seperti yang dulu kita lakukan sebelum perang,” kata Ahmad Aswad, seorang ayah dari tiga anak di distrik Salhin Timur seperti ilansir laman Bdlive. 

Biaya makanan meningkat pesat sehingga sulit untuk mendapatkan satu gigitan makanan saja. Satu-satunya harapan untuk bulan suci Ramadhan tahun ini adalah kota yang tidak di bom pada malam hari seperti pada Ramadhan 2015 lalu.

Di kota Suriah Madaya, sekitar 40 ribu orang telah hidup di bawah serangan perang selama berbulan-bulan lamanya. Warga Mumina mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa dengan suaminya, menggunakan bantuan sedikit pangan dari PBB yang berhasil didatangkan.  “Paket makanan yang kami terima sangat hambar. Ada kacang-kacangan dan lima kaleng tuna per orang," katanya.

Tidak ada pasta, tidak ada daging, tidak ada susu. Seorang ibu rumah tangga mengatakan sudah mencoba menanam beberapa sayuran, tetapi tanah disini sudah tidak cocok untuk menanam.  Ia menambahkan bahwa nyaris tidak ada makanan di pasar. Kalaupun ada harganya akan selangit sehingga para ibu akan kesulitan membelinya.

Pasukan Irak telah memperketat pengepungan di sekitar Kota Fallujah. Hal ini dilakukan karena mereka menekan kemajuan besar untuk merebut kembali Negara Islam dari kelompok Jihad. “Anda harus bangun pukul lima pagi dan berdiri dalam antrean panjang untuk mendapatkan satu kilo tomat dengan harga 5.000 dinar (sekitar Rp 42 ribu rupiah, Red),” kata Dulaimi, salah satu warga Fallujah.

   

Terpopuler