Menjadi Ikhlas

Red: Agung Sasongko

Selasa 07 Jun 2016 16:25 WIB

Amal yang diterima Allah harus dilandasi ikhlas. Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang/ca Amal yang diterima Allah harus dilandasi ikhlas.

Oleh: Nasarudin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak semua orang melakukan perbuatannya dengan ikhlas (mukhlish) dapat disebut mukhlash. Dengan kata lain, semua orang yang memiliki kapasitas mukhlash sudah pasti mukhlish, tetapi belum tentu seorang mukhlish adalah mukhlash. 

Dari kata ikhlash lahir kata mukhlash, yang berarti orang yang mencapai puncak keikhlasan sehingga bukan dirinya lagi yang yang berusaha menjadi orang ikhlas (mukhlish) tetapi Allah SWT yang proaktif untuk memberikan keikhlasan itu. Mukhlish masih sadar bahwa dirinya berada pada posisi ikhlas, sedangkan mukhlash sudah tidak sadar bahwa dirinya sedang berada pada posisi ikhlas. Keikhlasan sudah menjadi bagian dari habit dan karakternya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kalangan sufi memaksudkan konsep ikhlas itu sebagai mukhlash. Syekh al-Fudhail mengatakan: "Menghentikan suatu amal karena manusia adalah riya, dan mengerjakan suatu karena manusia adalah syirik." Sahl bin Abdullah mengatakan, ikhlas merupakan ibadah yang paling sulit bagi jiwa, sebab diri manusia tidak punya bagian di dalamnya. Abu Said al-Kharraz menambahkan, riyanya para 'arifin (ahli makrifat) adalah lebih utama dari pada ikhlasnya para murid. 

Al-Sariy Rahmatullah 'alaih mengatakan, barang siapa berhias karena manusia dengan apa yang bukan miliknya, maka ia akan terlempar dari penghargaan Allah. Kata Ruwaim bin Ahmad bin Yazid al-Baghdadi, ikhlas adalah segala amal yang dilakukan pelakunya tanpa bermaksud mendapatkan balasan, baik di dunia maupun di akhirat. 

Ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Abu Ya'kub al-Susiy Rahimahullah mengatakan, barang siapa melihat dalam keikhlasannya suatu keikhlasan, maka keikhlasannya itu masih memerlukan keikhlasan lagi. 

Jika masih dalam kadar mukhlish maka yang bersangkutan masih riskan untuk digoda berbagai manuver iblis, karena masih menyadari dirinya berbuat ikhlas. Sedangkan dalam kadar mukhlash, iblis sudah menyerah dan tidak bisa lagi mengganggunya karena langsung di-back-up oleh Allah SWT.

Firman Allah SWT menyebutkan, orang-orang yang sudah sampai di tingkat mukhlash, iblis sudah tidak berdaya lagi untuk menggodanya, sebagaimana pernyataan iblis yang disebutkan dalam ayat berikut: "Iblis berkata: 'Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlash di antara mereka'." (QS al-Hijr [15]: 39-40). 

Dalam ayat lain disebutkan: "Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka. (QS Shad [38]: 82-83).

Perhatikan ayat-ayat tersebut di atas semuanya menggunakan kata al-mukhlashin (bentuk jamak dari mukhlash)¸ bukannya al-mukhlishin (bentuk jamak dari mukhlish). Ini menunjukkan bahwa jika keikhlasan seseorang baru sampai di tingkat keikhlasan awal maka tidak ada jaminan untuk bebas dari godaan iblis. Orang-orang yang sudah mencapai tingkat al-mukhlashin bukan hanya terhindar dari cengkeraman iblis tetapi juga terhindar dari fitnah dan berbagai kecelakaan sosial. 

Untuk mencapai tingkat mukhlash diperlukan latihan spiritual (mujahadah) yang tinggi dan telaten (istiqamah). Mencapai derajat mukhlish saja begitu sulit, apalagi mencapai tingkat mukhlash. 

Seorang ulama tasawuf bernama Makhul mengatakan: "Tidak seorang pun hamba yang ikhlas selama 40 hari kecuali akan tampak hikmah dari hatinya melalui lidahnya." Barang siapa yang sudah mencapai tingkat mukhlash maka patutlah bersyukur karena ia sudah berhasil menjadi orang yang langka. Kelangkaannya terlihat dari sulitnya menemui orang yang betul-betul ikhlas tanpa pamrih sedikit pun dari amal kebajikannya.

Banyak sekali orang yang kelihatannya sudah menjadi tokoh bahkan ulama, tapi masih berhasil tergoda dan jatuh ke dalam cengkeraman nafsu dan perbuatan terlarang. Itu menjadi pertanda perlunya kita selalu mengasah keikhlasan. Kita memohon agar kita ditingkatkan menjadi manusia yang tadinya tidak pernah ikhlas menjadi mukhlis, lalu terus berdoa dan berusaha untuk meraih martabat mukhlash. Wallahu alam.

Terpopuler