REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istilah yang mengatakan berpuasalah maka kamu akan sehat benar-benar diyakini oleh Direktur Halimun Medical Center Dr Briliantono M Soenarwo. Sebagai ahli medis, pria yang akrab disapa dr Tony ini menilai ibadah puasa Ramadhan merupakan momentum yang paling tepat bagi manusia untuk memperbaiki pola kesehatannya.
Karena sebagian besar sumber penyakit berasal dari asupan makanan dan pola hidup tidak sehat. Karena itu, karunia Ramadhan yang diberikan Allah kepada manusia, khususnya umat Islam, bukan hanya menjadi keutamaan ibadah dengan nilai pahala yang berkali lipat. Namun, juga waktu yang tepat mengatur kembali kesehatan tubuh.
Dokter spesialis bedah tulang ini mengatakan, keluhan masyarakat awam di saat siang berpuasa tidak lepas dari haus, lapar, dan mengantuk. Hal ini bisa jadi karena strategi membagi waktu yang masih kurang tepat selama Ramadhan. Ia berbagi pengalaman ketika harus menyiasati mengatur waktu makan dan istirahat.
“Pengalaman saya sewaktu sekolah menengah atas, kuliah, hingga bekerja, salah satunya memiliki kebiasaan habis sahur tidak pernah tidur,” kata dia. Ternyata memang ada sunah Rasul yang mengatakan bahwa setelah subuh itu dianjurkan jangan tidur itu memang benar. Sebab, pada saat itu tubuh kita baru mendapatkan asupan makanan.
Dan saat itu tubuh bekerja mengolah asupan makanan menjadi energi. Di jam-jam subuh dan pagi itu, energi masih kuat sehingga bisa digunakan untuk aktivitas penuh. Saat menjadi awal menjadi dokter bahkan ia memilih untuk bekerja dengan energi yang penuh pada pagi hari. Terlebih, sebagai dokter bedah tulang, dia mengaku memerlukan banyak tenaga fisik untuk bekerja.
“Sehingga sering kali saya memilih operasi pasien-pasien itu setelah subuh,” ujar dia. Menurut dia, banyak orang awam yang kurang taktis dalam hal menghitung ini sehingga ia sering kali selesai sekitar pukul 7.30 hingga 8.30 pagi.
Setelah waktu tersebut, baru kemudian ia mulai masuk klinik. Dengan begitu, pada jam 12 atau jam 13 siang, pekerjaan yang cukup berat menggunakan fisik dan pikiran itu sudah selesai. Jadi, kalau berhitung, mulai sahur jam empat pagi dan makanan itu masuk untuk dicerna hingga 10-12 jam.
Maka, sekitar jam 14 atau jam dua siang, ketika makanan sahur kita sudah selesai dicerna, kita mulai kekurangan energi atau hipoglikemia. Dari saat pukul 14.00 WIB tersebut, kemampuan berpikir secara cerdas sudah mulai berkurang. “Di saat itu saya menyudahi pekerjaan,” kata dia.
Dari sejak pukul 14.00 WIB atau jam dua siang, ia lebih mengatur pekerjaan lain yang tidak menggunakan banyak pikiran dan tenaga yang menguras. Tidak lupa, ia mengambil istrahat siang atau sore sekitar 15 menit. Biasanya, itu ia lakukan antara sebelum ashar atau setelah ashar. Setelah itu, ia akan merasa segar kembali hingga jelang berbuka.
Kemudian, saat berbuka puasa juga selalu dia awali dengan sunah rasul, yaitu dengan buah kurma. Mengapa buah kurma? Karena buah ini mengandung sumber energi yang instan, gampang dicerna, dan langsung dipakai tubuh memutar kembali metabolisme.
Setelah shalat Maghrib, baru kemudian ia makan secukupnya untuk menuju ke shalat Isya dan Tarawih. Setelah tarawih dan aktivitas ibadah lain, ia segera mempersiapkan diri untuk beristirahat.
Menurut dia, ini bertujuan agar energi kita cukup untuk bangun sahur dan berpuasa di esok hari. Kalau standarnya manusia beristirahat enam sampai tujuh jam, maka setelah Tarawih diusahakan langsung istirahat.
Ini yang orang-orang sering keliru karena biasanya masih begadang sampai tengah malam. Akhirnya, pagi-paginya mengantuk. Sudah sahurnya tidak sempurna, bekerjanya tidak sempurna karena mengantuk dan badan lemas di kantor.
“Pola ini sudah saya jalankan sejak menjadi dokter muda hingga kini menjadi dokter bedah,” kata dia. "Saya biasanya mengambil istirahat siang 15 menit bisa tidur antara sebelum ashar atau setelah ashar itu paling nikmat tidur sebentar. Setelah itu, segar lagi.