REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah tradisi Jaburan muncul di adat-istiadat Jawa. Jaburan adalah jamuan makan malam bagi jamaah setelah selesai shalat Tarawih.
Jamuan makan malam ini diberikan bagi mereka yang ingin melanjutkan ibadah selepas Tarawih dengan shalat sunah dan tilawah. Mereka juga diberikan jamuan layaknya berpuasa pada siang hari.
Tradisi ini menyiratkan makna bahwa orang yang puasa dan qiyam harus dimuliakan dengan diberikan hidangan makan. Takjil untuk orang yang puasa dan jaburan untuk orang yang qiyam. Keduanya penghormatan dalam bentuk hidangan makanan.
Tradisi Jaburan ada di masyarakat Jawa sejak beberapa puluh tahun lalu. Walau tradisi ini tidak lagi populer di tanah Jawa, beberapa tempat masih terus eksis mempertahankan tradisi ini.
Jika kembali menilik satu-dua dekade lalu, tradisi jaburan mengakar di masyarakat. Minimnya sarana hiburan, seperti televisi dan internet menjadikan ibadah Tarawih sebagai hiburan. Warga berbondong-bondong ke masjid dan langgar untuk menunaikan shalat Isya dan Tarawih. Di antaranya, diselingi ceramah agama.
Selepas Tarawih, warga menggelar jaburan. Jadi, mereka yang ingin bertadarus dan menghidupkan malam Ramadhan diberikan makan agar mempunyai stamina untuk begadang.
Selain untuk bekal bagi para penghidup malam Ramadhan, jaburan juga sebagai motivasi bagi anak-anak. Para orang tua yang ingin bertarawih ke Masjid tidak ketinggalan mengajak anak-anaknya. Hal ini untuk menanamkan kecintaan kepada Masjid sedari dini dan mengenalkan nilai agama.
Ketika shalat Tarawih digelar, jaburan diberikan kepada anak-anak agar mereka tidak berisik atau mengganggu pelaksanaan shalat Tarawih. Di beberapa tempat, jaburan berfungsi sebagai hadiah bagi anak-anak yang mengikuti shalat Tarawih sampai selesai tanpa berisik atau mengganggu.
Jaburan digelar di serambi masjid. Biasanya, panitia membentangkan plastik sebagai alas. Setelah itu, makanan disediakan dalam talam (wadah/piring besar) sebagai tempat makanan. Warga kemudian makan bersama dalam satu wadah.
Satu talam, berjumlah empat hingga enam orang. Tak ketinggalan, ustaz bersama dengan imam akan makan bersama dengan jamaah. Sesekali, waktu jaburan diisi dengan tanya jawab seputar agama antara jamaah dan ustaz.