REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ribuan warga dari berbagai daerah di tanah air membanjiri Kompleks Makam Sunan Gunung Jati di Astana Gunung Sembung, Kabupaten Cirebon, pada 8 Syawal. Mereka bermaksud ikut berziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan keturunannya dalam acara Grebeg Syawal yang diselenggarakan Keraton Kanoman Cirebon.
Tak hanya Keraton Kanoman, tradisi Grebeg Syawal juga dilaksanakan Keraton Kasepuhan Cirebon. Sultan sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, pernah menjelaskan tradisi Grebeg Syawal dimaksudkan sebagai rasa syukur usai melaksanakan puasa sunah enam hari setelah Idul Fitri. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW, puasa enam hari di bulan sawal itu laksana puasa selama setahun.
Saat Grebeg Syawal yang juga dikenal dengan istilah Lebaran Ketupat, Keraton Kasepuhan menggelar hajat masakan ketupat. Selain ketupat dan lontong, juga disajikan lauk pauk berupa sayur lodeh, sambal goreng dan semur ayam.
Dalam hajat itu, ketupat dan lauk pauknya dikirim ke Astana Gunung Jati, Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, para wargi, abdi dalem dan masyarakat magersari.
‘’Pada hari Idul Fitri, kami tidak masak ketupat. Baru pada 8 Syawal. Kami bergembira dan bersyukur (setelah puasa sunah enam hari di bulan syawal),'' kata Sultan seperti dikutip dari Pusat Data Republika.
Selain masak ketupat, lanjut Sultan, Grebeg Syawal juga diisi dengan ziarah ke Astana Gunung Jati. Ziarah yang diawali dari makam Sunan Gunung Jati dan Panembahan Ratu itu kemudian dilanjutkan ke makam Sultan Sepuh I sampai dengan Sultan Sepuh XIII.
Selain membacakan doa, tahlil dan dzikir, saat ziarah itu juga ditaburkan bunga mawar dan melati di setiap makam. ‘’Dengan mendoakan dan berziarah ke makam leluhur, semoga kita juga mendapatkan berkahnya,’’ tandas Sultan.