Dlugdag, Tabuhan Beduk Pertanda Bulan Ramadhan

Red: Didi Purwadi

Rabu 01 Jun 2016 08:08 WIB

Suasana di Keratoran Kasepuhan Cirebon. Foto: Republika/Agung Supriyanto Suasana di Keratoran Kasepuhan Cirebon.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON --  Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, bersama wargi dan masyarakat umum berjalan menuju beduk selepas melaksanakan shalat berjamaah di Langgar Agung, Keraton Kasepuhan Kota Cirebon. Setelah berdoa dan membaca shalawat, Sultan kemudian menabuh beduk peninggalan Sunan Gunung Jati tersebut.

Itulah tradisi Dlugdag. Tradisi menabuh beduk yang biasa dilaksanakan di Keraton Kasepuhan untuk menandai dimulainya bulan puasa pada keesokan harinya.

Seperti dikutip dari Pusat Data Republika, Sultan saat itu memukul beduk selama sekitar sepuluh menit. Setelah itu, wargi dan kaum Langgar Agung secara bergantian menabuh beduk untuk menggantikan Sultan Sepuh selama sekitar satu jam.

‘’Tradisi Dlugdag ini menjadi pertanda berakhirnya bulan Syaban dan dimulainya bulan Ramadhan. Itu juga menjadi pengumuman kepada masyarakat bahwa malam harinya akan dimulai shalat tarawih,’’ ujar Sultan.

Selain di Langgar Agung Keraton Kasepuhan pada sore hari di awal puasa, tradisi Dlugdag juga dilakukan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang juga berada di lingkungan Keraton Kasepuhan. Namun, beduk di masjid itu ditabuh pada malam hari yakni mulai pukul 24.00 WIB sampai 01.00 WIB.

‘’Beduk di Masjid Agung Sang Cipta Rasa akan ditabuh (setiap malam) selama sebulan penuh pada Ramadhan,'' katanya.

Selama sebulan penuh, kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa akan bergantian memukul beduk selama hampir 1 jam. Suara beduk itu dimaksudkan agar masyarakat bersiap untuk makan sahur.

Terpopuler