REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Penggunaan pupuk organik oleh para petani di Kabupaten Cirebon, masih rendah. Hal itu menyusul masih rendahnya kesadaran petani dan status kepemilikan lahan yang bukan milik sendiri.
''Petani masih menganggap pupuk organik hanya sebagai suplemen bagi tanaman,'' kata Sekretaris HKTI Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, Kamis (17/12).
Tasrip menyatakan, selama ini kemasan pupuk organik tidak sepaket dengan pupuk utama, seperti urea dan NPK. Karenanya, petani menilai pupuk organik belum menjadi prioritas penyubur tanaman padi milik mereka.
Tak hanya itu, lanjut Tasrip, rendahnya penggunaan pupuk organik juga diakibatkan faktor kepemilikan lahan. Di Kabupaten Cirebon, 60 persen petani berstatus penggarap atau petani yang lahannya sewa.
Menurut Tasrip, para petani penggarap itu menyewa lahan untuk ditanami padi dari pemilik lahan. Sewa tanah tersebut biasanya dilakukan setahun sekali dan belum tentu tahun berikutnya akan menyewa lahan itu lagi.
Padahal, manfaat pupuk organik untuk mengembalikan kesuburan tanah baru terasa manfaatnya dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun. Karenanya, petani penggarap merasa rugi jika nantinya tidak lagi menggarap di lahan itu lagi.
Sebelumnya, Manager Humas PT Pupuk Kujang, Ade Cahya Kurniawan, menyebutkan, penyerapan pupuk organik secara umum di Jawa Barat masih rendah. Dari alokasi pupuk organik pada 2015 sebesar 79 ribu ton, yang terserap hanya 40.649 ton (56 persen).
Untuk Kabupaten Cirebon, dari alokasi berdasarkan peraturan gubernur (pergub) sebesar 13.500 ton, yang terserap hanya sebesar 2.774,50 ton (20,55 persen).