Baznas Nilai Cara Jokowi Bagi-Bagi Sembako Kurang Tepat

Rep: c38/ Red: Bilal Ramadhan

Senin 20 Jul 2015 15:45 WIB

Presiden Jokowi menjalankan tugasnya disela-sela kesibukannya mengikuti prosesi pernikahan Gibran, putra sulungnya, di kediamannya di Solo, Rabu (10/6). Foto: Setkab Presiden Jokowi menjalankan tugasnya disela-sela kesibukannya mengikuti prosesi pernikahan Gibran, putra sulungnya, di kediamannya di Solo, Rabu (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menanggapi aksi bagi-bagi sembako yang dilakukan Presiden Jokowi, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Didin Hafidhuddin menilai cara tersebut tidak tepat. Jokowi hendaknya bisa menyalurkan zakat lewat lembaga amil atau baitul maal.

“Harusnya tidak begitu, tetap saja percayakan kepada lembaga zakat atau baitul maal di Aceh. Biarlah lembaga baitul maal di Aceh yang membagikan uang dari Presiden. Kesannya kurang baik untuk mustahik dan itu sangat komsumtif,” kata Didin kepada Republika, Senin (20/7).

Didin menjelaskan penyaluran zakat secara langsung kurang sehat, baik bagi masyarakat penerima maupun pemberi zakat. Sebagai seorang kepala negara, Jokowi seharusnya memberi contoh kepada masyarakat. Tujuan berzakat bukan hanya kepuasan pemberi zakat, tetapi untuk memberdayakan penerima.

Karena itu, Didin menekankan urgensi mempercayakan zakat kepada lembaga amil yang legal dan tepercaya. Orang yang sekarang menerima zakat (mustahik) diharapkan pada tahun-tahun mendatang mendapat kemandirian ekonomi.

Menurut Didin, jangan sampai orang yang tahun ini menerima zakat, tahun depan masih menerima zakat lagi. Kalau berbicara dalam konteks peningkatan kesejahteraan, kemanfaatan zakat tidak akan optimal saat diberikan secara langsung.

Yang menjadi masalah, ungkap Didin, selama ini masyarakat masih lebih mantap memberi zakat secara langsung. Para muzakki senang melihat mustahik menerima bantuan langsung dari tangan mereka. Padahal, memberi zakat secara langsung belum tentu lebih baik kemanfaatannya.

Ketua Umum Baznas ini menilai, kebahagiaan menerima zakat itu pun harus dibayar mahal oleh para mustahik. Untuk menerima zakat yang tidak seberapa, mereka melalui perjuangan berat, berdesak-desakan, bahkan terinjak-injak.

“Hanya untuk uang Rp 15 ribu. Apa artinya uang Rp 15 ribu di tengah situasi ekonomi sekarang,” kata Didin.

Terpopuler