Shalat Id Digelar Dua Kali di Keraton Kasepuhan Cirebon

Rep: Lilis Handayani/ Red: Israr Itah

Jumat 17 Jul 2015 08:11 WIB

Keraton Kasepuhan Cirebon (ilustrasi) Foto: Republika/Agung Supriyanto Keraton Kasepuhan Cirebon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Gema takbir mengagungkan asma Allah berkumandang menyambut datangnya hari raya Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat (5/10). Di Keraton Kasepuhan Cirebon, sejumlah tradisi pun digelar untuk menyambut hari kemenangan itu.

Tradisi yang berlangsung sejak ratusan tahun lalu tersebut diawali seusai Subuh. Penghulu dan kepala kaum menjemput Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat dan keluarganya. Selanjutnya, Sultan menuju ruang Dalem Arum membawa CIS/tongkat khotbah Sunan Gunung Jati, dan menyerahkannya kepada lurah keraton.

Selama ini, tongkat tersebut hanya disimpan di dalam Keraton Kasepuhan, dan tidak seorang pun boleh melihat apalagi memegang benda pusaka yang berusia sekitar 700 tahun tersebut. Tongkat yang memiliki panjang sekitar 1,2 meter itu hanya digunakan khatib setiap shalat Idul Fitri maupun Idul Adha. 

Sultan beserta keluarga, penghulu, khatib agung, dan kepala kaum kemudian menuju Langgar Agung di halaman kemandungan Keraton Kasepuhan, untuk menunaikan shalat Id. Di tempat tersebut, khatib menggunakan bahasa Arab sambil membawa CIS. Sultan pun melaksanakan shalat bersama-sama para warga keraton. 

Usai shalat Idul Fitri di Langgar Agung, Sultan menuju Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Di masjid yang dibangun para Wali Sanga itu, Sultan kembali melaksanakan shalat Id bersama masyarakat umum. Namun kali ini  khotbah menggunakan Bahasa Indonesia.

Sultan Sepuh mengakui, shalat id seharusnya hanya satu kali di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang masih berada di kompleks Keraton Kasepuhan. Namun, saat zaman orde baru, ada penyeragaman khotbah harus menggunakan bahasa Indonesia.

''Karena itu, tradisi khotbah dengan Bahasa Arab ditarik ke Langgar Agung supaya tradisi tetap dipertahankan,'' tutur Sultan.

Sementara itu, dalam lebaran kali ini, Sultan mengajak umat Islam untuk mensyukuri nikmat berupa kesempatan beribadah puasa di bulan Ramadhan. Dengan puasa itu, diharapkan dapat meningkatkan dan memelihara iman dan takwa sampai Ramadhan berikutnya.

''Yang penting adalah iman dan takwa kita diaplikasikan sehari-hari dalam berumahtangga, bermasyarakat, di kantor, di pekerjaan, sehingga bangsa dan negara kita lebih baik lagi penuh dengan keberkahan,'' kata Sultan. 

Terpopuler