Tak Ada Lagi Semarak Perayaan Idul Fitri di Jakarta

Rep: M Akbar Wijaya/ Red: Ilham

Kamis 16 Jul 2015 18:57 WIB

 Seorang anak bermain di salah satu sudut Ancol yang dihias untuk perayaan Idul Fitri pada malam takbiran, Jakarta Utara, Sabtu (18/8) malam. (Fanny Octavianus/Antara) Seorang anak bermain di salah satu sudut Ancol yang dihias untuk perayaan Idul Fitri pada malam takbiran, Jakarta Utara, Sabtu (18/8) malam. (Fanny Octavianus/Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar Tantowi merasa prihatin dengan suasana perayaan menyambut hari raya Idul Fitri 1436 H di Jakarta. Menurutnya suasana penyambutan Idul Fitri di ibu kota tidak sesemarak beberapa tahun lalu.

"Sampai sehari menjelang lebaran suasana di DKI jauh dari suasana menjelang Idul Fitri," kata Tantowi kepada Republika, Kamis (16/7).

Anggota DPR daerah pemilihan DKI Jakarta ini mengaku pernah merasakan kemeriahan suasana penyambutan Idul Fitri dan perayaan hari besar Islam di Jakarta. Suasana itu menurutnya terjadi sebelum Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menjadi gubernur. Terlihat betul bagaimana Pemda kala itu menunjukan karakter Jakarta sebagai ibu kota dari negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

"Beberapa tahun lalu suasana di Jakarta sebagai ibukota negara dengan penduduk lslam terbesar di dunia sangat terasa nuansa menjelang hari-hari besar Islam, terutama menjelang Idul Fitri," katanya.

Tapi sekarang kemeriahan dan kesemarakan itu sirna. Tantowi mencontohkan tidak tampak lagi hiasan lampu neon warna-warni bernuasa lebaran, baliho ucapan Idul Fitri yang menghiasi jalananan dan gedung-gedung ibu kota. Jakarta menjadi kota yang sumpek, mati, gelap dan sunyi. Apalagi setelah sebagian besar penduduknya mudik.

"Neon sign, baliho, dan sejenisnya dengan pesan selamat Idul Fitri yang menghiasi kota, gedung dan mal sekarang sudah sirna. Kota gelap dan sunyi terutama setelah sebagian penduduknya mudik," kata Tantowi.

Tantowi mempertanyakan alasan sepinya perayaan Idul Fitri di Jakarta. Sebab menurutnya, kondisi ini berbanding jauh dengan perayaan natal, tahun baru, Imlek, dan HUT Kemerdekaan yang terkesan dibuat sangat meriah.

"Suasana ini sungguh berbeda ketika menjelang natal, tahun baru, imlek dan HUT Kemerdekaan. Kenapa itu semua tidak ada? Hilang atau memang dihilangkan?," ujarnya.

Ketua DPP Bidang Komunikasi Partai Golkar hasil Munas Bali ini mengakui kesakralan Idul Fitri tidak akan kehilangan maknanya meski tanpa perayaan yang meriah. Tapi menurutnya, tidaklah berlebihan jika umat Muslim berharap Pemda DKI Jakarta sekarang mengembalikan kemeriahan Idul Fitri sebagaimana yang telah dilakukan pemerintahan sebelumnya. Hal itu sebagai ungkapan suka cita bagi seluruh masyarakat luas tentang datangnya hari suci umat Islam.

"Memang makna lebaran itu tidak cukup hanya ditandai dengan billboard, neon sign, dan spanduk. Tapi itulah cara kita mengungkapkan suka cita kepada khalayak luas. Wajar apabila Pemerintah melakukan itu (memeriahkan lebran) untuk rakyatnya seperti yang mereka lakukan selama ini," papar Tantowi.

Terpopuler