REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Menjalani Ramadhan di negeri orang dan berada di pengungsian tentunya bukan menjadi keinginan setiap orang.
Namun, jauh dari negaranya bukan menjadi pilihan bagi masyarakat Rohingya yang kini berada di posko pengungsian Kuala Langsa, Aceh. Pekan berganti bulan, masyarakat Rohingya masih menjalani hari-harinya di pengungsian.
Tak lama lagi, hari kemenangan akan tiba, Dompet Dhuafa terus memerhatikan kondisi masyarakat Rohingya di pengungsian, Hal tersebut salah satunya dengan mengadakan Salat Ied bersama pada hari raya Idul Fitri nanti.
“Shalat Hari Raya Idul Fitri yang diinisiasi Dompet Dhuafa bersama Majelis Ta’lim Assunni bertujuan menambah semangat masyarakat Rohingya,” ungkap Divisi Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) Fajar Shafari Nugraha kepada Republika, Rabu (15/7).
Perayaan Idul Fitri di pengungsian pun menjadi ajang renungan bagi masyarakat Rohingya agar mereka tak lagi merasa disingkirkan.
Selama bulan Ramadhan Dompet Dhuafa mengajak masyarakat Rohingya yang berada di Kuala Langsa mengikuti berbagai kegiatan untuk mengisi hari-hari mereka selama di pengungsian. Mereka disibukkan dengan beragam kegiatan keagamaan.
Di antara kegiatan keagamaan yang dilakukan masyarakat Rohingya di Aceh adalah kegiatan membaca Iqra bagi anak-anak. “Kegiatan membaca Iqra dimulai sejak pukul 08:00 hingga 10:00 di posko Sekolah Ceria yang dibangun Dompet Dhuafa,” papar Fajar.
Tak hanya itu, pengungsi Rohingya pun mendapat pengajaran dasar agama Islam (berwudhu, mengaji) dan tausyiah. Salat tarawih berjamaah serta kegiatan buka bersama pun rutin dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan. Lebih dari dari seratus masyarakat Kuala Langsa yang hadir dalam buka bersama tersebut.
“Setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu kita gelar pengajian rutin setiap ba’da ashar. Kita juga melakukan shalat Tarawih yang diimami ulama lokal yang bekerjasama dengan Cordofa,” tutur Fajar.
Di luar program Ramadhan, Dompet Dhuafa juga membuka Sekolah Ceria untuk anak-anak Rohingya melakukan kegiatan belajar. Di Sekolah Ceria pengungsi dapat belajar bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Rohingya agar mereka dapat mudah berkomunikasi.