Kecelakaan Maut Tol Palikanci dan Nazar Sang Mandor

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Ilham

Rabu 15 Jul 2015 18:54 WIB

Anggota kepolisian melakukan identifikasi bus yang mengalami kecelakaan di Km 202 Tol Palikanci, Ciperna, Jawa Barat, Selasa (14/7).  (Republika/Raisan Al Farisi) Foto: Republika/Raisan Al Farisi Anggota kepolisian melakukan identifikasi bus yang mengalami kecelakaan di Km 202 Tol Palikanci, Ciperna, Jawa Barat, Selasa (14/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Tangis pilu masih memenuhi ruang utama rumah Winoto (38), salah satu korban kecelakaan bus Rukun Sayur, di Kilometer 202 ruas tol Palimanan-Kanci (Palikanci), Selasa (14/7), di lingkungan RT 01 RW 02 Desa Wonoketinggal, Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (15/7) pagi. Kehadiran sanak saudara serta tetangga tak mampu mengurangi kesedihan Tazinul Wifki (12), sulung pasangan Winoto dengan Nur Achyanti (32).    

Bocah yang masih duduk di bangku kelas VI SD ini terus menangis dan tak henti meronta saat menunggu kedatangan jenazah Winoto. Sejumlah sanak saudara yang mencoba menenangkan malah larut dalam kesedihan sang bocah.

Wifki merupakan anggota keluarga yang sangat terpukul setelah mengetahui sang ayah menjadi salah satu dari 11 korban tewas kecelakaan bus Rukun Sayur. Sedianya, Winoto yang bekerja sebagai mandor di Jakarta bakal pulang untuk berlebaran sekaligus menggelar tasyakur khitan putra sulungnya tersebut, yang direncanakan pada 25 Juli 2015, mendatang.

“Sebelum Ramadhan lalu, almarhum telah mengkhitankan Wifki. Namun, belum sempat menggelar tasyakuran karena belum punya biaya,” kata Paman Korban, Farodli (57), paman Winoto.

Ia masih ingat, awal Ramadhan lalu Winoto pamit untuk mencari peruntungan di Jakarta guna membiayai tasyakur khitan putra sulungnya tersebut. Sebagai mandor, ia juga mengajak beberapa warga di desanya untuk menjadi pekerja bangunan di ibu kota Jakarta.

Namun takdir berkata lain, maut merenggut saat Winoto hendak membawa pulang hasil jerihpayahnya. Bahkan, membawa nazar untuk menggelar tasyakur khitan putra sulungnya. “Itulah yang membuat Wifki merasa terpukul atas kepergian bapaknya,” lanjut  Farodli.

Tak kalah pilu, Nur Achyanti (32), isteri Winoto. Ia juga tak kuasa menahan kesedihan. Sesekali tangisnya pecah saat sanak saudara datang untuk berbelasungkawa dan memberikan dukungan moral. Nur mengaku, suaminya tersebut merupakan kepala keluarga sekaligus seorang pekerja keras. Niatnya ke Jakarta karena keinginan kuatnya untuk membahagiakan putra sulungnya. “Kami sangat kehilangan, karena ia suami yang ulet dan bertanggungjawab,” ujarnya.

Semula Winoto hanya seorang kuli, tapi karena pengalaman dan etos kerjanya akhirnya dipercaya sebagai mandor. Hingga akhir hayatnya, Winoto pergi meninggalkan seorang isteri dan dua anak, Wifki (12) dan Nadya Farida (7).

Terpopuler