REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI mengaku tidak sependapat jika adanya perbedaan dalam penetapan satu syawal karena keegoisan masing-masing kelompok organisasi kemasyarakatan (ormas).
Ketua komisi VIII, Saleh Partaonan Daulay mengatakan perbedaan tersebut lebih dikarenakan adanya perbedaan metode perhitungan yang dilakukan oleh masing-masing ormas. "Karena adanya perbedaan metodologis dalam penentuan lebaran. Setidaknya metode hisab dan rukyah," ujar Saleh kepada Republika, Senin (13/7).
Ia menjelaskan, penentuan lebaran menggunakan metode rukyah dilakukan melalui observasi langsung terhadap terbitnya bulan. Sementara itu, penentuan menggunakan metode hisab dilakukan melalui perhitungan matematis berdasarkan ilmu falaq.
Menurutnya, masing-masing ormas memiliki keinginan untuk menjadikan metode yang diyakininya sebagai dasar dalam menetapkan ramadhan atau lebaran. Hal ini tentu sulit dilakukan karena akan bersebrangan dengan pendapat kelompok lain.
Namun, jika pemerintah dalam hal ini kementerian agama bersungguh-sungguh untuk meyamakan metode perhitungan. Maka persamaan dalam penetapan syawal bukanlah hal yang mustahil. Menteri agama harus mampu mengajak semua kelompok ormas untuk duduk bersamamenyamakan persepsi dan menyepakati satu metode perhitungan sehingga tidak ada lagi perbedaan.
Adapun untuk penentuan satu syawal pada tahun ini maka harus menunggu sidang itsbat terlebih dahulu. Menurutnya, perbedaan atau persamaan dalam penetapan satu syawal pada tahun ini akan dapat diketahui setelah kementerian agama mengadakan sidang itsbat. Namun, kemungkinan untuk adanya persamaan dan perbedaan selalu ada.