REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada hari raya lebaran, umat Islam kerap menunjukan kemewahan. Makanan enak dan pakaian baru yang tergolong tidak murah menjadi kewajiban untuk dibeli.
Ada yang mengatakan kalau hal ini merupakan bentuk pamer dan kesombongan. Namun ada yang menyatakan pola konsumtif ketika lebaran ini sebagai hal positif.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet efendy Yusuf menampik jika pola konsumtif selama lebaran itu dikatakan sebagai bentuk pamer kekayaan. Ia menilai hal tersebut sebagai bentuk menceritakan nikmat Allah.
"Itu tidak pamer, kalau orang pulang ke desa bawa mobil atau motor itu sebagai menceritakan kenikmatan yang mereka peroleh," katanya kepada ROL, Senin (13/7).
Kiai Slamet yang juga merangkap sebagai ketua pengurus haji Indonesia (KPHI) itu mengacu pada Surat Ad-Dhuha ayat 11 yang artinya "Dan terhadap Tuhanmu, hendaklah engkau menyatakannya,". Sehingga ia merasa wajar saja jika menjelang lebaran, umat muslim membeli pakaian baru."Pakai baju baru ya wajar aja kan merayakan kemenangan asal tidak berlebihan." tegasnya.
Apalagi, menurutnya lebaran hanya terjadi setahun sekali. Dengan demikian, hari raya memang perlu dirayakan untuk menunjukan kebesaran umat Muslim. Bentuk perayaan lebaran pun tidak perlu khidmat karena menurutnya suasana khidmat hanya perlu dihadirkan pada shalat Idul Fitrinya saja.
Di sisi lain, Ia malahan menganggap penunjukan nikmat yang diperoleh itu mengandung sisi positif. Bagi pemudik yang kembali ke kampung halamannya maka bisa mendorong warga di kampungnya agar berusaha lebih keras."Dampaknya pun ga selalu negatif, malah memotivasi orang kampung agar mau bekerja keras," ujarnya.
Apalagi setelah mudik, ada arus urbanisasi besar-besaran ke kota-kota besar. Hal itulah bentuk nyata dari motivasi warga pedesaan agar merubah nasibnya.