REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Sunyoto Usman mengatakan zakat fitrah bisa meningkatkan kepedulian antar sesama umat Muslim. Zakat fitrah menjadi kewajiban bagi umat Muslim untuk diberikan kepada golongan penerima zakat.
Menurut Sunyoto, zakat fitrah secara langsung mampu menunjang kehidupan para penerimanya di Hari Raya. "Kalau dari segi pemberinya itu bagian dari pendidikan kesadaran kepedulian terhadap orang-orang lemah yang perlu dibantu," terangnya kepada Republika.
Ia mengimbau semangat para pemberi zakat fitrah seharusnya bisa dipertahankan setelah hari lebaran usai. Pasalnya, zakat fitrah hanya sebuah pendidikan bagi umat agar mampu meneruskan pemberian demi membantu sesama umat muslim.
Apalagi ia tidak memungkiri dengan meningkatnya kehidupan yang makin individualisme di kota-kota besar, maka masyarakat perlu kembali meningkatkan kebersamaannya.
Zakat fitrah ini ditengarai mampu menjadi salah satu indikator suatu masyarakat yang saling peduli. Ia menilai, zakat fitrah bisa menunjukan adanya kepedulian antar kelompok di dalam suatu sistem masyarakat yang hidup bersama."Ada gerakan kolektif dalam zakat fitrah, kita tidak hidup sendiri tapi mengedepankan konsep makhluk sosial," ujarnya.
Namun zakat fitrah tidak hanya bermaka bagi pemberinya, melainkan juga penerimanya. Lebih rinci, Sunyoto merasa zakat fitrah merupakan bentuk alokasi sumber daya kepada yang kurang mampu."Bisa jadi santunan sehingga mereka tidak jatuh jadi kelompok paling miskin. Kita ingin menarik mereka dari posisi itu," jelasnya.
Di sisi lain, zakat merupakan instrumen untuk menjaga kesehatan hati. Zakat bisa membantu umat Muslim mencabut sifat kikir. Apalagi sifat kikir memang melekat pada setiap orang.
Setiap orang mencintai harta seperti ditegaskan Alquran dalam surat al-adiyat ayat 8 yang artinya “Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan,". Dengan demikian, zakat fitrah diharapkan bisa menghindarkan umat muslim dari penyakit tersebut.