REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sekitar pukul 01.30, Aroma Café melayani para warga Baghdad menikmati makan sahur tradisional.
Para pelayan dengan berpakaian rapi melayani para tamu dengan hidangan sup, teh, dan shisha. Sementara sajian prasmanan seperti daging panggang, salad, buah-buahan, dan jus selalu ada dan menggoda para pelanggan.
"Ini adalah tahun pertama yang kita merasakan kebahagiaan Ramadhan dengan cara yang biasa kita lakukan di tahun 1980an dan 1970an," kata salah satu pengunjung Fawziya dilansir dari Reuters, Jumat (10/7).
Bersama dengan kerabat dan mertuanya ia menikmati semangat kebersamaan Ramadhan setelah melalui masa-masa politik yang menegangkan.
"Anda merasa gembira melihat ini karena semua keluarga telah melalui banyak cobaan. Sekarang, tidak ada rasa takut, "katanya.
Bahkan, sambung Fawziya, suasana berkumpul tersebut biasanya ia lihat di negara Turki atau Lebanon ketika mereka sedang melakukan perjalanan ke negara-negara tersebut. "Tapi sekarang suasana tersebut juga bisa rasakan di Baghdad," tambahnya.
Kafe di sepanjang jalan di kawasan Sungai Tigris dari Jadriya selalu penuh dengan mobil setiap waktu sahur.
"Adanya jam malam memiliki dampak besar. Ada kehidupan sekarang,” kata Abbas al-Taii, seorang ayah yang kini bisa menikmati makan bersama dengan enam anggota keluarganya di luar rumah.
Para warga Baghdad dapat menikmati sahur mereka di luar rumah setelah adanya pencabutan jam malam hari di ibu kota Irak sejak lima bulan lalu. Pencabutan jam malam tersebut merupakan kali pertama dilakukan sejak adanya invasi oleh pimpinan Amerika Serikat (AS) pada tahun 2003.