Ini Makna Mudik dalam Konteks Kebangsaan

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko

Jumat 10 Jul 2015 18:31 WIB

Sejumlah pemudik menaiki KM Dorolonda yang akan berlayar ke Balikpapan dan Surabaya di Pelabuhan Pantoloan Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (8/7). Foto: Antara/Basri Marzuki Sejumlah pemudik menaiki KM Dorolonda yang akan berlayar ke Balikpapan dan Surabaya di Pelabuhan Pantoloan Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mudik juga memiliki makna dalam konteks kebangsaan. Menurut Haedar, mudik sebenarnya energi nasional yang luar biasa. Mudik memiliki energi budaya dan ekonomi yang sudah melekat dengan denyut nadi kehidupan berbangsa.

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan, kehidupan berbangsa dan bernegara jangan hanya dimaknai dalam konstruksi politik, apalagi politik yang serba transaksional. Watak kultural juga penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tanpa mudik, kata Haedar, hidup bangsa ini tidak akan bergairah, bahkan akan ada kesumpekan nasional. Karena itu, pemerintah harus menempatkan mudik dalam kebijakan yang penting. Tak terkecuali, dalam managemen transportasi.

Dalam konteks umat Islam, mudik memiliki makna syiar islam. Haedar menjelaskan, mudik berarti silaturahim. Sebagaimana diketahui, Islam sangat menekankan pentingnya silaturahim. Nabi bersabda, seorang Muslim akan diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya karena silaturahim. Menurut Haedar, kalau budaya silaturahim mati, kehidupan sosial akan kering dan tidak manusiawi.

Mudik, lanjut Haedar, juga mempunyai makna back to family, kembali ke keluarga. Keluarga adalah tempat sakinah, mawaddah, wa rahmah. Keluarga adalah tempat memupuk nilai-nilai ketentraman, kasih sayang, dan cinta kasih yang fitri. Mudik menjadi momentum untuk berbakti pada kedua orang tua, setelah sepanjang tahun sibuk dengan urusan dunia.

“Ketika bangsa ini dalam keadaan serba bermasalah, kembali ke keluarga menjadi satu hal yang sangat bermakna dalam hidup. Di sanalah makna mudik untuk membangun komunalitas, energi nasional yang bersifat kultural, dan aktualisasi semangat Islam untuk kehidupan,” kata Haedar.

Terpopuler