Hindari Dimensi Negatif Mudik

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko

Jumat 10 Jul 2015 17:47 WIB

Mudik Awal: Antrean penumpang ketika memasuki Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (8/7). Foto: Republika/ Yasin Habibi Mudik Awal: Antrean penumpang ketika memasuki Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Musni Umar menilai selain dimensi positif, mudik juga memiliki dimensi negatif. Orang memiliki kecenderungan untuk pamer, mempertontonkan kesuksesan dan kekayaan yang ia miliki di tanah rantau.

Walaupun, boleh jadi kekayaan itu hasil berhutang atau pinjam sana-sini. Tidak mustahil ada pula yang melakukan tindak kejahatan untuk sekedar bisa pulang kampung. Segala cara dilakukan agar tampak berwibawa di hadapan sanak saudara di kampung halaman.

Musni pun menyarankan supaya pemudik tidak berlebih-lebihan dan melampaui batas. “Perilaku berlebih-lebihan tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Alquran bahkan menyebut, orang yang berlebih-lebihan itu saudara setan. Jadi, sesuaikan dengan kemampuan masing-masing saja,” kata Musni. 

Sudah menjadi tradisi umat Islam di Indonesia melaksanakan mudik atau pulang kampung. Tradisi ini berjalan pada H-7 sebelum lebaran. Pada tradisi ini umat Islam saling bersilaturahim dengan keluarga dan kerabat di kampung.

Terpopuler