REPUBLIKA.CO.ID,AMMAN -- Bulan suci Ramadhan dikenal sebagai momen yang tepat sebuah keluarga dapat makan dalam satu meja makan. Namun, hal itu tidak dirasakan para pengungsi Suriah di Yordania.
Jamal Hilal, seorang pengungsi Suriah di Yordania, menghabiskan Ramadhan dengan mengkhawatirkan makanan apa yang bisa ia berikan kepada keluarganya saat berbuka puasa.
Setahun yang lalu, Jamal bersama keluarganya tiba di kamp pengungsian Azraq di Yordania. Namun kondisi gurun pasir yang sangat kejam membuat mereka pindah dari kamp tersebut. Saat ini, mereka tinggal di lingkungan kumuh di timur Amman, ibu kota Yordania.
“Saya lari dari kamp Azraq karena tidak ada listrik dan kami harus berjalan jauh untuk mendapatkan air,” ujar Jamal dikutip dari Aljazirah, Rabu (8/7).
Tanpa bantuan PBB, keluarga Jamal hidup apa adanya, anak-anaknya pun tidak mendapatkan pendidikan. Ia juga harus membeli sendiri obat-obatan untuk penyakit diabetes yang dideritanya. Tak hanya itu, Nawal, istri Jamal yang memiliki gangguan pada pendengaran pun tetap mencari pekerjaan di luar.
“Saya bekerja sehingga kami mampu minum air dan membelikan kebutuhan anak-anak kami,” ujar Nawal.
Nawal berharap bisa kembali lagi tinggal di Suriah dan meninggal di tanah kelahirannya tersebut. Menurutnya hidup di negeri orang seperti saat ini merupakan hal tersulit dalam hidupnya.
Beruntung, selama Ramadhan ini, terkadang para tetangga memberikan daging untuk berbuka puasa. Keluarga Jamal mengatakan bahwa itu adalah saat-saat di mana dunia nampak sedikit lebih baik untuk mereka.
Hari-hari tanpa bantuan, bagaimanapun merupakan hari yang melelahkan di mana setelah bekerja sepanjang hari dan mendapatkan dapur tetap kosong. “Yang kami minta kepada dunia adalah menengok pengungsi Suriah,” ujar Jamal.
“Bantu mereka sedikit. Ada begitu banyak orang seperti saya dan orang-orang yang jauh lebih buruk dari saya. Kami hanya perlu uang untuk makan dan minum saja,” ucapnya.
Ramadhan tahun ini juga dirasakan pilu oleh ratusan keluarga Suriah di kamp pengungsian yang berada di luar kota Daraa dekat dengan perbatasan dengan Yordania.
Ratusan pengungsi itu terpaksa mengungsi di sana karena sebagian besar lingkungan kota berada di bawah kendali pasukan oposisi yang sering menjadi sasaran tembakan meriam oleh rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Salah seorang pengungsi, Om Ahmed mengatakan bahwa ia dan ratusan pengungsi lainnya menderita lantaran kekurangan bantuan. Sebelumnya organisasi bantuan lokal menjanjikan memberikan bantuan makanan dan kesehatan saat sahur dan buka puasa.
Om Ahmed menuturkan akibat konflik lima tahun yang berlangsung di Suriah, ia kehilangan suami dan anak dalam konflik sipil.
Saat ini, sambung dia, ia sudah berkumpul dengan beberapa anaknya di tenda usang kamp pengungsian. Selama di kamp pengungsian ia sering berjalan jauh mengumpulkan kayu bakar untuk memasak persedian makanan yang tersedia.
Meskipun kekurangan bantuan, para penghuni kamp bertekad untuk mematuhi rukun Islam dengan menjalankan ibadah puasa pada selama bulan suci Ramadhan.