REPUBLIKA.CO.ID, URUMQI -- Senja telah tiba. Mursabek Galek kembali ke rumah setelah seharian bekerja di lokasi proyek konstruksi. Buah, roti naan, dan susu kuda dingin telah disediakan di atas meja.
Galek tinggal di Akqi, Xinjiang, sebuah kabupaten yang dihuni oleh orang-orang dari etnis Kyrgyz. Seperti kebanyakan kelompok etnis minoritas lainnya di wilayah otonomi Xinjiang Uyghur, orang-orang Kyrgyz melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Galek menunggu sampai semua anggota keluarganya –ibu, istri, dan anak-anak- duduk di depan meja makan. Begitu azan maghrib berkumandang, mereka pun berdoa, meneguk segelas air, dan menyantap naan. Satu hari telah berakhir.
Dilansir dari People’s Daily, Senin (6/7), Ramadhan di Xinjiang berlangsung sejak 18 Juni hingga 18 Juli mendatang. Di tengah tekanan pemerintah pusat China terhadap minoritas Muslim, sebagian besar etnis minoritas Xinjiang menunaikan ibadah puasa, termasuk Hui, Uighur, Kazak, Uzbec, Tajik, dan Kyrgyz.
Masih di wilayah Xinjiang, tepatnya di pusat kota Kashgar, seorang laki-laki Muslim menjual sayuran di bak belakang kendaraan roda tiga. Setiap pagi, pria bernama Yakhip Ghupur itu bangun jam 6 pagi. Ia kemudian menempuh jarak 10 kilometer untuk membeli sayuran dari pasar grosir.
Suhu bisa mencapai 35 derajat Celcius pada siang hari di Kashgar. Ghupur mengaku, bekerja keras untuk waktu yang lama di tengah panas tanpa makanan menjadi tantangan berat baginya.
Ma Youfu, Imam dari masjid Hui di Yining City mengatakan, “Yang terpenting adalah sisi spiritual Ramadhan. Kami harus menjauhkan diri dari perbuatan buruk, kata-kata vulgar, dan melakukan amalan shalih.”
Pengalaman serupa juga dituturkan Aynurem dari etnis Uzbek. Pria itu menjalankan usaha toko kerajinan Turki di sebuah pasar di ibukota Urumqi. Pasar mengalami lonjakan jumlah pengunjung dan wisatawan Xinjiang selama sesi musim panas. Aynurem mengaku membutuhkan ketekunan untuk tetap berpuasa di tengah kesibukan bisnis.
“Setelah sahur jam 5 pagi, saya menghabiskan waktu untuk mengurusi pembeli dan menjual barang sepanjang hari. Itu benar-benar melelahkan. Tapi sebagai seorang Muslim, Ramadhan adalah bagian terbesar dalam hidup saya,” tegasnya.
Saat petang mulai membayang, sejumlah toko di Urumqi menyiapkan satu set meja bundar di pinggir jalan. Meja-meja itu menyiapkan makanan gratis bagi umat Islam yang tidak bisa melewatkan buka puasa di rumah.