REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesaat lagi kita akan memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan. Selepas itu, butuh waktu sebelas bulan untuk menantikan momentum yang sama.
Sepuluh hari terakhir Ramadhan ini perlu dimaksimalkan agar tak tergilas kepadatan arus mudik dan persiapan lebaran.
“Pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, Muslim diperintahkan untuk meningkatkan ibadah. Mengisi malam-malam dengan qiyamul lail, memperbanyak tadarus Alquran, dzikir, dan i’tikaf di masjid,” kata KH Zakky Mubarak, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) kepada ROL, Selasa (6/7).
Itikaf merupakan ibadah istimewa pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Kiai Zakky menjelaskan, itikaf hukumnya sunnah muakad alias sunnah yang sangat dianjurkan. Ibadah ini dilakukan dengan cara berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah, melalui qiyamul lail, memperbanyak dzikir, tasbih, tadarus, dan muhasabah.
Kiai Zakky menambahkan, Aisyah mengisahkan bahwasanya Rasulullah tidak pernah melewatkan itikaf selama hidupnya. Rukun Itikaf ada dua, yaitu niat dan berdiam diri di masjid. Apabila saat ini banyak masjid yang menyediakan program-program selama itikaf, itu dimaksudkan untuk memfasilitasi dan meningkatkan pemahaman keagamaan jamaah.
Teladan Rasulullah untuk berdiam diri di masjid sangat berkebalikan dengan hiruk pikuk sepuluh hari terakhir Ramadhan yang kini tergelar di hadapan kita. Menurut Kiai Zaky, hal itulah yang harus dihindari. Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, Muslim harusnya semakin rajin beribadah. Ramadhan akan segera berlalu sehingga kita harus memanfaatkan hari yang tersisa semaksimal mungkin.