Diduga Melarang Muslim Uighur Berpuasa, Ini Kata Pemerintah Cina

Rep: c28/ Red: Bilal Ramadhan

Jumat 03 Jul 2015 13:07 WIB

Muslim etnis Uighur berjalan di depan sebuah masjid di Kashgar, Xinjiang, Cina. Foto: Reuters/Carlos Barria Muslim etnis Uighur berjalan di depan sebuah masjid di Kashgar, Xinjiang, Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Rabu (02/7), juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan pemerintahnya telah mencatat keprihatinan Turki dan ingin mengklarifikasi.

"Semua kelompok etnis di Cina berhak atas kebebasan beragama di bawah konstitusi Cina," kata Hua Chunying melalui seorang penerjemah seperti dikutip Anadolu Agency, Jumat (3/7).

Pada pertengahan Juni, secara luas dilaporkan bahwa Cina telah melarang puasa di daerah otonom, Xinjiang Uighur bagi anggota Partai, PNS, siswa dan guru. Klaim yang mengikuti tuduhan tahun lalu bahwa Beijing telah mengeluarkan peringatan kepada karyawan dan mahasiswa untuk tidak berpuasa selama bulan suci.

Hal ini juga dilaporkan telah membatasi orang dari memiliki jenggot panjang, mengekang kegiatan pendidikan agama, dan bertindak untuk mengontrol pintu masuk dan keluar ke masjid. Kamis (2/7) lalu, Hua mengatakan Beijing harus mengembangkan hubungan baik dengan Turki.

“Kami berharap kita dapat mengembangkan hubungan baik bilateral ini, berdasarkan rasa saling menghormati satu sama lain, keprihatinan utama dan kepentingan bersama,” katanya.

Merujuk Daerah Otonomi Xinjiang Uighur Cina yang merupakan rumah bagi banyak kelompok etnis minoritas termasuk orang Turki Uighur, sebagai Turkestan Timur. Mereka percaya Uighur adalah di antara sejumlah suku Turki yang mendiami wilayah tersebut, dan menganggap itu sebagai bagian dari Asia Tengah, tidak Cina.

Uighur, sebuah kelompok Turki yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah menyatakan Cina melakukan kebijakan represif yang menahan kegiatan keagamaan, komersial, dan budaya mereka.