REPUBLIKA.CO.ID, AUCKLAND -- Para remaja Muslim di Auckland, Selandia Baru, merasa tertantang menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
“Saat Ramadhan, kebanyakan orang membawa semua barang bagus mereka ke sekolah, seperti cokelat,” celoteh Hamza Riazuddin, seorang remaja blasteran Selandia Baru-Pakistan kepada onislam.net, Rabu (1/7).
Sambil bercanda, ia mengaku tidak pernah mendapatkan tawaran makanan pada hari-hari biasa. Tapi, selama Ramadhan ia mendapat banyak tawaran.
Puasa di Selandia Baru memiliki durasi relatif pendek, hanya sekitar 11 jam per hari. Remaja 16 tahun itu biasa mengisi hari-hari Ramadhan dengan bermain kriket, mengajar Alquran di masjid setempat, dan bekerja di pabrik kue keluarga.
“Sulit, tapi tidak benar-benar sulit. Saya tidak benar-benar lapar, kecuali ketika anak-anak yang saya ajar berjalan naik turun. Gara-gara mengendalikan mereka, saya merasa lapar,” kata Riazuddin.
Banyak remaja di Negeri Kiwi itu, seperti Riazuddin, sering menghadapi pertanyaan tentang iman mereka. Menurut Riazuddin, banyak orang tidak benar-benar paham tentang Islam. Beberapa orang memekikkan Allahu Akbar sebagai lelucon, tapi mereka tidak benar-benar paham.
Ia pun telah berusaha mencoba untuk menjelaskan pada mereka. Ia duduk di sana bersama mereka, ikut bercanda, dan tidak ada hal ekstremis apa pun yang dia lakukan. Dengan menjalani puasa Ramadhan, sebagian masyarakat menjadi lebih paham tentang iman mereka.
Menurut Riazuddin, para remaja sebenarnya patut berbahagia di Selandia Baru. Selandia Baru adalah sebuah negara multikultural dan orang beradaptasi dengan berbagai budaya yang berbeda.
Pemuda Muslim ini mengapresiasi keberagaman komunitas Muslim di Selandia Baru.
“Ada orang dengan berbagai latar budaya yang berbeda di masjid. Pakistan, India, Afghanistan, Somalia, Timur Tengah, Malaysia, Anda akan menemukan semua orang itu di sini. Mereka memiliki ikatan kuat dan itulah sisi positif Muslim Selandia Baru,” kata Riazuddin sungguh-sungguh.
Sama seperti Muslim minoritas di belahan dunia lain, Muslim Selandia Baru seringkali ikut terkena dampak akibat stigma Islam di media.
Orang-orang memanggilnya teroris ketika ia keluar dengan pakaian yang identik dengan Islam, meski tidak ada yang dia teror. Setiap kali sesuatu hal buruk yang dilakukan Muslim terjadi di dunia, orang-orang ikut menimpakan pada mereka. Menurut dia, Muslim harus berjuang untuk mengatasi masalah rasis ini.
Muslim di Selandia Baru hanya berjumlah sekitar 1,1 persen dari total 4,5 juta penduduk. Kristen merupakan agama mayoritas negara itu, dengan jumlah mencapai 44 persen.