Berbagi Takzil di Masjidil Haram

Rep: Budi Raharjo/ Red: Indah Wulandari

Senin 29 Jun 2015 12:29 WIB

Para jamaah haji dari berbagai negara tengah mengisi air zamzam di kawasan Khudai, Masjidil Haram, Makkah. Foto: Republika/Muhammad Subarkah/ca Para jamaah haji dari berbagai negara tengah mengisi air zamzam di kawasan Khudai, Masjidil Haram, Makkah.

REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- "Halal, halal, ya haji." Seorang pria muda dengan ramah menyapa setiap jamaah yang berlalu di dekatnya seraya menyodorkan satu kotak makanan ringan pembuka puasa. Gratis.

Tawaran itu spontan direspons jamaah. Tak butuh waktu lama, ratusan kotak takzil yang dibawa di atas mobil bak terbuka itu pun ludes berpindah ke tangan jamaah yang hendak beribadah di Masjidil Haram.

Senja hari menjelang masuk shalat Maghrib, di dalam Masjidil Haram, sejumlah orang sibuk menggelar plastik panjang. Ukuran plastik itu sama persis dengan lebar karpet saf untuk shalat. Hidangan takzil lantas disajikan di atasnya. Jenis makanannya bervariasi. Namun, kurma dan air zam-zam menjadi menu yang wajib dihidangkan.

Lembaran plastik itu berguna agar tak ada makanan atau minuman yang tercecer hingga mengotori lantai atau karpet masjid. Bersih-bersih sisa makanan juga bisa cepat dilakukan begitu santap berbuka puasa usai. Lembaran plastik cukup digulung kembali beserta sampah makanan di dalamnya. Ringkas.

Setelah hidangan terhampar, sang empunya lalu mengajak siapapun jamaah yang lewat didekatnya untuk duduk di tempat yang telah ditata tersebut. Duduk bersila berhadap-hadapan menyambut waktu berbuka puasa. Pemandangan serupa lazim terlihat di setiap penjuru Masjidil Haram. Takzil yang disajikan itu tidak disediakan oleh pengurus masjid, namun pemberian sukarela dari jamaah sendiri.

Tak hanya warga lokal, jamaah mancanegara yang hendak berbagi makanan pembuka puasa juga bisa melakukannya. Meski sebatas berbagi kurma. Atau, ikut membagi-bagikan air zam-zam yang sudah dituangkan ke dalam gelas plastik.

Kendati di dalam masjid, air zam-zam begitu mudah diperoleh karena sudah disediakan oleh pengelola masjid di dalam tong-tong plastik yang diletakkan bertebaran di seantero Masjidil Haram.

Jamaah seperti berlomba-lomba memberikan makanan berbuka agar mendapatkan pahala kebaikan orang yang berpuasa. Dan ini seperti sudah menjadi tradisi di Masjidil Haram yang awalnya entah di mulai sejak kapan.

"Berbuka di Masjidil Haram jangan khawatir tidak mendapatkan makanan," ujar Suyitno, jamaah umrah asal Jakarta.

Suasana berbuka puasa di Masjidil Haram juga begitu hangat. Sambil menunggu azan Magrib, jamaah terkadang berbincang bincang kendati tak saling mengenal dan berbeda bahasa ibu. Cukup menggunakan bahasa isyarat atau bahasa Inggris yang terbata-bata, keakraban pun cepat terjalin.

Suyitno bercerita, selama Ramadhan, banyak warga lokal Makkah dan kota-kota di sekitarnya beribadah bersama-sama keluarga. Mereka biasanya berbuka puasa bersama di Masjidil Haram dan melanjutkan ibadah hingga shalat tarawih.

Ramadhan yang menawarkan banyak keistimewaan pahala benar-benar dimanfaatkan mereka untuk beribadah di tempat yang istimewa pula. Pantas saja banyak dijumpai warga lokal yang datang ke masjid bersama anak-anak mereka yang masih bocah.

Seperti hendak berwisata, mereka membawa makanan dan karpet untuk alas duduk sendiri. Penampilan mereka begitu mencolok karena datang berombongan. Kalangan lelaki biasanya menggunakan pakaian putih khas Arab, tsaub, dengan sorban bermotif kotak-kotak kecil berwarna merah-putih.

Tsaub merupakan pakaian berupa baju terusan yang berlengan panjang. Sementara, perempuannya mengenakan abaya, jubah hitam polos pakaian tradisional Arab Saudi dengan tambahan cadar untuk menutupi wajah.

Terpopuler