REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Minggu keempat April 2015, aku meningalkan Kota Surabaya tempat dimana aku belajar lebih dewasa hingga berwirausaha. Berat rasanya, tapi ini pengabdianku untuk negara hingga mengharuskanku melanjutkan 'pengembaraan' hidup ke Pulau Dewata Bali.
Ya, di minggu itu aku memulai tugas sebagai CPNS Kementrian Kelautan dan Perikanan 2014 dengan penempatan di Kabupaten Buleleng.
Sebulan hidup di Dusun Gondol, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng yang secara geografis terletak di bagian Bali Utara membuatku terenyah, kagum dan sangat bersyukur bahwa Islam di daerah ini sangat berkembang, muslim disini adalah mayoritas.
Sekolah-sekolah formal berbasis Islam baik negeri maupun swasta tersedia dan sangat perkembang. Keberadaan masjid menghiasi setiap desa, kegiatan ke-islaman pun sangat aktif di masjid-masjid. Dan yang membuatku tertegun melihat perkembangan Islam di sini bahwa adanya sarana koperasi syariah untuk lebih mempermudah aktivitas ekonomi muslim di sini.
Rasa syukurku bertambah dengan datangnya Ramadhan. Ini adalah puasa pertamaku di Bali dengan sausana ke-islaman yang amat kuat. Muslim di sini sangat antusias mennyambut Ramadhan, masjid-masjid “bersolek”, pasar dadakan di pinggir-pinggir jalan pun bergeliat menyediakan kuliner buka puasa.
Muslim yang menunaikan shalat tarawih memenuhi masjid-masjid, bahkan tadarus dari pengeras suara di masjid-masjid dilakukan tidaknya setelah shalat tarawih tapi juga pertiga malam hingga waktu imsyak, setelah asyar hingga menjelang waktu buka. Padahal disini Bali, bagaimana pun masih banyak umat Hindu dan pura-puranya.
Tapi itu lah realita, sepertinya urgensitas toleransi sudah sangat mereka (umat muslim dan hindu) pahami dan diperaktekkan dengan benar. Meski muslim di sini adalah pendatang dari beberapa daerah bugis, jawa dan sebagian besar Kepulaun Madura.
Umat hindu sangat welcome dan sangat menghormati datangnya bulan Ramadhan. Puasa pertamaku di Bali ini benar-benar masih serasa di Jawa. Suasana, tradisi dan semaraknya dalam menyambut dan menjalankan tidak jauh berbeda. (Syam Sudin, pembaca Republika Online)