REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjualan busana Muslim di Pasar Tanah Abang selama Ramadhan terus meningkat. Dalam sehari, para pedagang di Blok A, B, dan F mampu meraup omzet di atas Rp 300 juta.
Salah seorang pedagang Blok A Leilla menyatakan, kebanyakan pembeli busana Muslim adalah pembeli dalam partai besar atau grosiran. Para pembeli ini umumnya membeli dagangan untuk dijual lagi. "Biasa yang datang ke sini mereka yang orang luar Jakarta. Sekali datang borong banyak untuk distok agar enggak capek mondar-mandir ke sini," terang Leilla.
Untuk pembeli eceran, kata dia, biasanya mulai ramai membeli pakaian Muslim sepekan menjelang Idul Fitri.
"Kalau sekarang belum, masih sepi, masih di dominasi sama pemborong untuk saat ini," paparnya saat ditanya ROL, Jumat (26/6).
Diketahui, para pembeli eceran biasanya mencari pakian hanya untuk dipakai sendiri atau untuk keluarga, tidak untuk stok toko mereka.
Saat memasuki ke dalam toko ini, Ibu dari empat orang anak ini menjual kemeja dan aneka pakaian Muslim dari harga Rp 65 ribu hingga Rp 200 ribu untuk eceran. Ada pun harga khusus untuk pembeli grosiran yang biasanya adalah pelanggan tetapnya.
Otomatis dengan maraknya pemborong yang berkunjung ke Pasar Tanah Abang omzet pun bukan tidak lain terus menanjak perlahan demi perlahan.
Leilla mengaku sebelum bulan suci ini pemasukan tokonya Rp 170 hari. Namun saat ini bisa melebihi mencapai Rp 200 juta. Dirinya memprediksi jumlah pendapatan dan pengunjung akan memuncak sepekan sebelum Idul Fitri dan sepekan setelahnya.
Seorang pembeli dari Serang, Banten, Cahyani, 48 tahun, mengaku sengaja datang ke Pasar Tanah Abang untuk mengisi toko pakaiannya di daerah Tanggerang. Cahyani mengatakan, sudah habis lebih dari Rp 75 juta dalam sehari untuk membeli pakaian-pakaian tersebut.
Alasan mendalam kenapa dirinya mengunjungi tempat ini lantaran banyak macam pakaian anak dan remaja serta lusinan pakaian tidur. Menurut perempuan berdarah asli Purwokerto ini barang-barang yang ia beli selain untuk tokonya akan dibagikan kala tiba di kampung halamannya.
"Kebanyakan busana muslim perempuan dan celana, saya juga borong sekalian beli buat toko dan di bagikan pas lebaran ke keluarga di kampung halaman," katanya.
Berbeda dengan kawasan tersebut, nasib malang dialami Sodiq, dirinya hanya melayani pertanyaan pengunjung saja tanpa mereka membeli barang dagangannya. Sodiq adalah pedagang kaos yang berjualan di Blok G, Tanah Abang. Namun kenyataannya, tak ada pembeli yang berlalu-lalang dari kios ke kios di Blok G.
Hal yang berbeda dari tempat sebelumnya sangat terasa disini. Selama sepekan belum ada pengunjung yang membeli kaos-kaos yang ia dagangkan. "Kalau yang menawar ada, tapi enggak dibeli," cetusnya dengan keringat yang mengelilingi sekujur lehernya.
Sodiq mengaku kesal dengan ketidaktegasan pemerintah terhadap para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di pinggir jalan. Sebab, menurut dia, PKL yang berjejalan di trotoar dan bahu jalan adalah sumber sepinya pelanggan di Blok G.
Walhasil, keadaan ini sangat berbeda jauh dengan Blok A, B dan F yang sudah disambangi ribuan pembeli, bahkan dari luar kota. Aktivitas pengepakan barang terlihat sangat riuh di halaman lobi Blok A. Puluhan bal atau karung berjajar menanti angkutan. Sekali belanja, pembeli bisa memborong dua hingga sepuluh bal dengan nilai belanjaan hingga Rp 100 juta.