REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pedagang tekstil di Bali, Khamis Faisal Sanad mengeluhkan suasana pasar yang masih lesu hingga hari kesembilan Ramadhan. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, stok dagangannya sudah menipis pada pekan pertama Ramadhan.
"Ini di luar kebiasaan. Pasar sangat menurun," kata Khamis di Denpasar, Jumat (26/6).
Seharusnya, kata Khamis, pasar tekstil di Bali pada bulan Ramadhn tahun ini lebih bagus dari tahun lalu. Mengingat pada Ramadhan kali ini datangnya bersamaan dengan hari raya ummat Hindu, yakni Galungan dan Kuningan.
Pada tahun-tahun sebelumnya, yang dicari konsumen setiap bulan puasa adalah sarung, sehingga stok sarung cepat habis. Namun, pada Ramadhan kali ini, sejumlah pedagang mengeluhkan lesunya pasar.
Khamis mengatakan, beberapa distributor menawarinya sarung dengan harga yang miring dan tidak lazim. Tawaran harga murah itu dikarenakan distributor juga bingung melempar produknya, karena hampr di semua daerah keadaannya sama. "Mereka berpikir kondisi Bali lebih baik. Ternyata tidak jauh berbeda," katanya.
Sebagai daerah pariwisata, sejatinya kondisi ekonomi masyarakat Bali lebih bagus dari daerah lain. Tapi nilai tukar dolar meningkat tidak membuat wisatawan menyerbu Pulau Bali. Akibat menurunnya angka kunjungan wisatawan itu, dampaknya ke mana-mana.
Pedagang baju muslim di Negara, Kabupaten Jembrana Bali, Hamid Gozi, menyebutkan hal senada. Tahun ini ada penurunan omzet penjualan. Tetapi, kata Hamid, masyarakat Jembrana tidak bergantung pada pariwisata, melainkan pada hasil tangkapan ikan. "Tapi kali ini hasil tangkapan ikan juga legi menurun. Banyak nelayan yang tidak melaut, makanya bisnis lainnya juga tidak jalan," katanya.