Kisah Pelukis di Bulan Ramadhan

Rep: C21/ Red: Julkifli Marbun

Jumat 26 Jun 2015 05:22 WIB

ilustrasi Foto: Republika/Raisan Al Farisi ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Imajinasi bisa datang hanya dari segelas kopi dan tembakau. Karena beberapa pelukis di wilayah sekitaran Kebun Raya Bogor (KRB) mengatakan demikian. Jika sedang melakukan ibadah sahum, tanpa rokok dan kopi membuat kondisi pikiran mereka sedikit labil.

Endi dan Ricky adalah dua orang pelukis gaya figure. Gaya lukisan tersebut adalah turunan dari gaya lukisan realis. Bukan karena mereka berdua tidak dapat menggambar realis. Namun lukisan figure lebih diminati oleh anak muda karena terkesan apa adanya. Sedangkan realis lebih menekankan gambar seperti asli.

Terlihat jejeran gambar yang dipajang milik mereka berdua sebagian bergaya figure, walaupun realis tetap ada. Selain itu, terlihat lebih banyak lukisan hanya menggunakan sebuah kertas A3, pensil 8B, pensil korteks, pensil arsir, kuas dan penghapus.

Endi salah satu pelukis figure yang juga dapat melukis realis. Sejak kecil pria bertopi, berkacamata, berkalung dan berpakaian apa adanya menjajakan lukisan di pinggiran KRB.

Sedikit menerangkan bagaimana cara melukis menggunakan benda-benda miliknya. Jika menggambar jenis figure, modalnya hanya kertas, penghapus, pensil 8B dan pensil Korteks.

Pensil 8B berguna untuk membuat garis, sedangkan pensil korteks digunakan untuk sedikit mengambil efek mewarnai (membuat gelap) lalu diasir dengan kuas. Sedangkan untuk membuat efek terang, ia menggunakan penghapus secara perlahan-lahan.

Endi memang bukan pelukis terkenal, namun karyanya tidak terlihat jelek ketika memandanginya. Karena sejak umur 13 tahun, ia sudah mulai menggambar dan hobinya menjadi sebuah profesi yang ia jalani sekarang.

Berbeda dengan kawan sejawatnya yang sama-sama berprofesi menjadi pelukis. Ricky panggilannya, mengaku inspirasi datang karena terpaksa. Tentu ia mengatakannya sambil tertawa lepas. Hanya melukis jalan untuk mencari rezeki halal.

Gaya melukis mereka berdua tidak terlalu jauh berbeda, lebih banyak figure daripada realis. Karena menurutnya realis lebih diminati oleh anak-anak sekolah yang menjadi pelanggannya.

Ia menjelaskan, kalau lukisan figure lebih diminati anak-anak sekolah. Selain harganya murah alias mendapatkan diskon, gaya realis terlihat lebih serius. Realis, lukisan dengan banyak arsiran yang pastinya lebih mahal. Walaupun para pelukis mengatakan, "paling kalau ada mood dua jam jadi."

Namun di bulan Ramadhan ini mereka mengakui kalau penghasilan mereka turun seperempatnya. Lantaran di bulan suci ini, anak-anak setingkat SMA sedang mendapatkan libur panjang. Namun rezeki tetap rezeki, asal mensyukuri juga halal.

"Sekarang lagi sepi, karena anak-anak pada libur sekolah," kata Ricky yang lebih muda dari Endi.

Perawakan laki-laki berumur 30 tahunan ini terlihat apa adanya, dan selalu tersenyum. Untuk harga mereka berdua menawarkan harga sama, yaitu ukuran A3 kisaran Rp 200 - 250 ribu.

Namun untuk anak sekolah biasanya mereka memberikan diskon harga, yaitu Rp 150 - 200 ribu. Karena anak sekolah sering memesan yang model gambarnya tidak terlalu jauh alias biasa.

"Karena kita tahu upahnya anak sekolah itu berapa. Tapi kualitas tetap sama," terangnya.

Endi dan Ricky manusia biasa yang dapat mengeluh. Misalnya pendapatan di bulan Ramadhan berukurang seperempat karena banyak yang fokus untuk sahur dan berbuka. Ditambah lagi ketika lebaran tiba nanti.

"Orang lebih banyak ke mall buat cari pakaian daripada lukisan. Buat cewenya," kata mereka berdua. "Setiap tahun mereka rasakan seperti itu," tambahnya.

Bicara tentang memasuki Ramadhan, daya imajinasi juga harus disesuaikan. Setiap pelukis memang awal-awal selalu beradaptasi. Mereka terbiasa mencari inspirasi dengan tembakau dan kopi.

"Itu ada daya inspirasi dari sana. Ada rokok ada kopi nyaman," ucap mereka.

Mereka merasakan kondisi emosial pelukis di bulan ini menjadi lebih labil. Kalau ingin stabil, Endi dan Ricky harus menghindari masalah, jadi seperti orang cuek. Karena itu cara antisipasi mereka mengakali di bulan penuh berkah ini.

"Coba kalau dia larut di dalam pikiran yang kacau. Jadi lebih enak ketika tidak puasa," itu menurut pengakuan jujur kedua pelukis di KRB.

Terpopuler