REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Takjil berbuka puasa menjadi lahan menggiurkan bagi pedagang musiman saat bulan Ramadhan. Penyebaran makanan berbuka ini dilakukan dari pedagang rumahan sehingga tidak bisa terawasi dengan ketat oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, Suratmono memberikan imbauan agar masyarakat lebih berhati-hati dengan penjualan takjil di bualan Ramadhan. Ada beberapa cara untuk mengenali secara kasat mata takjil yang menggunakn formalin dan pewarna buatan.
"Jika mau membeli mie basah, kalau tidak lengket, mengkilat, tidak mudah putus, itu diduga itu menggunakan formalin," ujar Suratmono saat dihubungi Republika, Kamis (25/6).
Mie basah tidak akan bertahan lama ketika ditaruh di suhu ruangan. Jika mie itu tidak berfomalin mungkin hanya akan bertahan selama satu hari saja.
Cara sama juga berlaku bagi makan-makanan lain. Jika bertekstur terlalu kenyal dan memiliki warna cerah, konsumen wajib waspada pada penggunaan formalin.
Minuman seperti cendol, cincau dan lainnya juga bisa saja terkena pewarna buatan. Menurutnya, jika makanan tersebut berwarna sangat terang dan berpendar sudah dipastikan makanan tersebut tidak menggunakan pewarna alami atau makanan.
"Itu sudah dipastikan menggunakan pewarna tekstil," katanya.
Ia juga menambahkan, ada baiknya masyarakat sudah mulai lebih berhati-hati memilih makan-makanan yang beredar, terutama saat bulan puasa. Jangan sampai santapan berbuka justru malah mengandung bahan-bahan berbahaya.