Pentingnya Ramadhan untuk Jalin Persatuan Umat

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko

Rabu 24 Jun 2015 22:06 WIB

Slamet Effendy Yusuf Slamet Effendy Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika tiba bulan Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia serempak melaksanakan ibadah puasa. Tidak peduli aliran, golongan, harakah, mahzab, atau sekat religio-kultural lainnya.

Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Kerukunan Antar Umat Beragama, KH. Slamet Effendy Yusuf mengemukakan pentingnya Ramadhan untuk menjalin persatuan umat.

“Setidak-tidaknya, saat Ramadhan seluruh umat Islam serempak melaksanakan ibadah puasa dalam durasi yang panjang. Tanpa pengawasan fisikal, di dalam diri masing-masing umat Islam sudah tertancap bagaimana Islam harus dilaksanakan dan diamalkan,” kata Kiai Slamet Effendy Yusuf kepada ROL, Selasa (23/6).

Terlepas dari sedikit perselisihan kapan Ramadhan harus dimulai dan kapan harus diakhiri, seluruh umat Islam punya perasaan yang sama. Menurut Kiai Slamet, perselisihan itu hanya masalah furu’iyyah yang diakibatkan oleh perbedaan metodologi.  Hal itu sama sekali tidak mengganggu interpretasi yang sama tentang kewajiban puasa.

Kalau kita ingin bicara tentang persatuan umat, kata Kiai Slamet, orang harus bisa menghayati betapa puasa itu merupakan kewajiban yang sangat ilahiah. Kewajiban Ilahian yang dilaksanakan dengan sangat disiplin oleh umat, termasuk yang berada di kawasan plural atau majemuk.

“Walaupun di sekitarnya tidak berpuasa, umat Islam di kawasan minoritas tetap berpuasa. Ini merupakan semangat pemahaman yang sama tentang bagaimana menjalankan agama Islam,” kata Kiai Slamet. Menurutnya, ini modal besar bagi umat Islam untuk menjalin saling pengertian dalam merespon berbagai perbedaan di tengah umat.

Kiai Slamet mengimbau agar jangan sampai umat mudah terprovokasi melemparkan tuduhan-tuduhan kepada sesama Muslim yang berbeda pendapat. Entah itu dengan mengkafirkan, membidahkan, dan banyak membangun stigma kepada kelompok tertentu karena merasa benar sendiri.

Menurutnya, kita harus saling memahami bahwa Islam itu satu. Tapi karena pemahaman otak manusia berbeda-beda, maka lahir tafsir yang berbeda pula. Itu harus diterangkan pada umat. Lebih lanjut, Muslim harus menggunakan momentum Ramadhan untuk memobilisasi massa mengatasi kelemahan-kelemahan umat. Entah itu dalam bidang pendidikan, politik, sosial, budaya, maupun ekonomi. (C 38)

Terpopuler