Kesyahduan Prancis Membuat Muslimah Ini Merindu Puasa di Indonesia

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari

Rabu 24 Jun 2015 17:00 WIB

Saldhyna Foto: ist Saldhyna

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan 1436 Hijriah menjadi penanda tahun kedua bagi Saldhyna menjalani ibadah puasa di Prancis.

Tanah Napoleon itu menawarkan tantangan durasi waktu puasa yang panjang baginya. “Mau tak mau, aku harus berpuasa selama kurang lebih 18 jam di Prancis. Itu bukan waktu yang pendek jika dibandingkan dengan waktu puasa di Indonesia yang sekitar 13 jam,” kata Saldhyna kepada Republika, Rabu (24/6).

Alumni Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu memang tergolong pendatang baru. Pasalnya, ia menjejakkan kaki di Benua Biru sebagai mahasiswa master di Universite Paris-sud, Paris tahun 2014 lalu.

Saat ini, ia pindah kota ke Grenoble untuk menemani suami yang tengah mengambil program doktor.

Sama seperti kebanyakan negara  Eropa lainnya, Ramadhan di Prancis tahun ini jatuh pada musim panas. Saldhyna mengisahkan, sahur di Prancis berakhir sekitar pukul 04.00, sedangkan waktu buka puasa baru sekitar pukul 21.30.

Kondisi itu, ujarnya, mengharuskan umat Muslim di Prancis untuk pandai mengatur waktu dan memiliki stamina yang fit. Tak jarang, ia melewatkan sahur karena tertidur setelah menunggu waktu Isya’ yang pada pukul 23.30.

Untuk menyiasati hal ini, kata Saldhyna, biasanya dia melatih diri dengan puasa Senin-Kamis sejak jauh-jauh hari sebelum Ramadhan. Ia juga sering mengakhirkan waktu Isya, sehingga langsung tidur setelah berbuka dan shalat Maghrib. Sekitar pukul 03.00, barulah ia bangun shalat Isya’ dan sahur.

Saldhyna mengaku, kadang-kadang muncul rasa khawatir dan pesimis tak bisa menjalani Ramadhan secara maksimal. Melalui Ramadhan satu bulan penuh di negeri orang terasa sangat berat. Sesekali pula terbayang pengalamannya 22 tahun menghabiskan Ramadhan di Indonesia.

Di Tanah Air, kenangnya, Ramadhan begitu semarak. Sinetron-sinetron bertema religi sudah mulai tayang sejak sebulan sebelumnya. Para pedagang kaki lima tak mau kalah berbaris rapi menjajakan takjil jelang buka puasa.

Spanduk-spanduk bertuliskan syiar Islam turut berkibar. Semua itu menjadi nostalgia yang baru akan terasa begitu hangat saat kita telah jauh dari kampung halaman.

Terpopuler