Pandangan Ahli Gizi Soal Sahur

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko

Senin 22 Jun 2015 16:21 WIB

Sejumlah orang membagi-bagikan makanan sahur kepada warga di pinggir jalan dalam acara 'Sahur on the Road'. Foto: Republika Sejumlah orang membagi-bagikan makanan sahur kepada warga di pinggir jalan dalam acara 'Sahur on the Road'.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli gizi medis Universitas Indonesia, Dr. Saptawati Bardosano SpGk mengatakan sahur penting bagi setiap Muslim yang akan berpuasa. Menurutnya, makan sahur dapat disamakan dengan sarapan pagi.

“Sarapan juga prinsipnya sama, mengasup energi untuk persiapan kegiatan sampai siang hari. Hanya saja, sahur harus lebih banyak karena siang hari tidak boleh makan minum,” ujarnya. Sahur penting untuk mempersiapkan cadangan energi dan cairan tubuh agar mampu menahan lapar dan haus selama minimal 12 jam.

Ia menambahkan, disitulah letak hikmah mengakhirkan waktu sahur. Sahur diakhirkan sampai waktu imsak agar kita masih punya kesempatan memasukkan energi dan cairan dengan jumlah memadai. Jika tidak sahur, tubuh akan menggunakan cadangan protein otot untuk dipecah menjadi energi. Akibatnya, terjadi penurunan berat badan.

“Penting sekali untuk sahur dengan makanan padat gizi agar tubuh tidak perlu mengambil cadangan protein untuk mencukupi kebutuhan energi selama puasa,” kata dokter Saptowati.

Salah satu pendiri Indonesian Nutrition Association (INA) ini menyarankan, sebaiknya pilih makanan padat gizi dengan pola gizi seimbang saat sahur. Selain itu, juga perlu diperhatikan cara masak yang tidak menimbulkan rasa haus ataupun rasa lapar dalam waktu cepat. Misalnya, goreng-gorengan, makanan yang terlalu manis, asin, pedas atau gurih.

“Sahur adalah pondasi untuk memulai ibadah puasa dengan sehat,” tegas dokter sekaligus peneliti di Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut.

 

Terpopuler