Kisah Ustaz Jalaluddin Merintis Dakwah di Bali

Red: Dwi Murdaningsih

Senin 22 Jun 2015 17:17 WIB

Ustaz Jalaludin yang meirntis dakwah di Bali bersama pondok pesantren Hidayatullah. Foto: BMH Ustaz Jalaludin yang meirntis dakwah di Bali bersama pondok pesantren Hidayatullah.

REPUBLIKA.CO.ID, Suasana Masjid Ar Riyad tegang. Mata para jamaah tak berkedip. Jantung mereka berdegub kencang. Mereka sedang menanti pengumuman paling mendebarkan: penugasan kader dai. Para dai yang akan ditugaskan itu duduk di selasar masjid, sementara keringat dingin terus mengucur.

Seketika, masjid di kampus Pesantren Hidayatullah Pusat Balikpapan itu hening sesaat. Salah seorang ustaz dengan memegang map penuh kehati-hatian membacakan pengumuman. Jalaluddin yang duduk di pojok masjid tegang. Tersiar kabar jika dai muda itu akan ditugaskan ke Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Tempat yang jauh yang tak ada saudara dan kerabat.  

Tak lama, suara seorang ustadz menyebut namanya.

“Jalaluddin Ar Rumy dengan tempat tugas Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.”

Deg! Rupanya kabar itu benar. Beruntung Jalaluddin telah menyiapkan segalanya. Namun, entah kenapa, tempat tugasnya tiba-tiba diganti ke Buleleng, Bali. Sedangkan Lubuk Linggau digantikan oleh temannya, Bashori.

Di Bali, Pesantren Hidayatullah, tempat dia akan mengabdi letaknya tak jauh dengan Bandara Ngurah Rai. Sekitar 20 menit. Namanya juga Bali, Pulau Dewata, tak heran di mana-mana terdapat patung dan pura. Di lokasi yang banyak didominasi warga penganut Hindu ini, ia mulai langsung bersosialisasi. Jalal sempat jadi khatib di Hotel Hard Rock dan Beach Walk. Keduanya swalayan mewah di bilangan Kuta Bali dengan jamaah sekitar 300 orang.

Bali tempat penggoda iman. Terlebih untuk bujangan sepertinya. Para turis berpakaian terbuka ada di mana-mana. Karena itu, Jalal memutuskan untuk ikut program “Menikah Barakah” di Balikpapan berbekal pinjaman Rp 1 juta dari pesantren. “Biaya nikah waktu itu Rp 500 ribu,” ujar Jalan mengenang.

Usai menikah, ia ditugaskan merintis cabang baru di Tabanan, sebuah kabupaten di Bali. Kawasan eksotis dengan adanya Danau Bratan di Bedugul yang menjadi destinasi wisatawan domestik dan mancanegara.  Di tempat baru ini Jalal merintis dari nol. Yang dia lakukan pertama kali adalah menyebar Majalah Suara Hidayatullah dan bersilaturahim ke tokoh sekitar. Tidak luput masjid dan mushola menjadi garapannya.

Respon masyarakat datang. Jalal diminta mengisi ceramah di Perumahan Pandak Badung yang jaraknya enam kilo meter dari tempatnya. Dia melakukannya setiap malam. Ada pengalaman tak terlupakan. Suatu malam saat pulang, ban motornya kempes. Nahas. Semua bengkel tutup. Padahal, jarak rumahnya masih lima kilo meter.

Karena masih jauh, Jalal tetap menaiki motornya. Yang terjadi motornya berhenti, tak bergerak. Rupanya, ban dalamnya melilit di terali besi. Jalal mengeluarkannya. Namun, hasilnya tetap nihil. Setelah beberapa kali dicoba akhirnya ban dalam pun bisa lepas dari terali. Karena jalan masih jauh, Jalal tetap mengendarai motornya yang berjalan bak orang berjoget, tidak normal.

“Paling tidak, yang rusak hanya ban dalam dan luar. Besok bisa diganti yang baru,” demikian ia mengenang.

Sebagai pasangan baru dan masih berbulan madu, ia dan istrinya, Adinda Fahriyah asal Flores di Tabanan tinggal di kos. Musibah datang padanya dalam bentuk kecelakaan.  Kala itu, Jalal dan istri sedang dalam perjalanan untuk mengajar ngaji anak-anak di TPA di Pandang Badung. Usai mengajar, bersama istrinya yang sedang hamil, mereka pergi membeli buah. Di tengah perjalanan kecelakaan itu terjadi. Blarr!

Merekapun tak ingat lagi apa yang teradi. Yang ia tahu, saat sadar, didapati dirinya terbaring lemah di sebuah Rumah Sakit bersama sang istri yang sedang mengandung enam bulan.  Begitu siuman, Jalal langsung mencari dan memeluk istrinya sambil menangis.  “Ya, Allah. Apa sebenarnya yang telah terjadi?”

Jalal cemas akan kesehatan dan janin dalam rahim istrinya. Alhamdulillah, hasil medis bayi dan istrinya selamat dan sehat. Bahkan pasca kecelakaan, istrinya melahirkan dengan mudah.

Begitulah suka-duka Jalal di medan dakwah. Semua ia rasakan sebagai pernak-pernik dakwah. Hingga kini, Jalal pun masih terus menembus batas.  Dan dia yakin, akan selalu ada pertolongan Allah. Kini Jalaluddin menjalani amanah baru dalam dakwah, yakni merintis cabang baru di Loloan Barat, kota Negara, Jembrana, Bali. Sementara cabang Tabanan dilanjutkan oleh rekan dakwahnya Ustad Amrozi. Di tempat baru ini, Jalaluddin akan mendirikan pesantren tahfidz.

“Semoga Allah berikan kemudahan,” harapnya.